Rabu, 29 April 2015

‘’24 KATA BIJAK MUTIARA BUNG KARNO’’

‘’24 KATA BIJAK MUTIARA BUNG KARNO’’ Kata yang pernah Bung Karno ungkapkan dengan tegas dalam rangkuman dibawah ini. 1. "Tuhan menciptakan bangsa untuk maju melawan kebohongan elit atas, hanya bangsanya sendiri yang mampu merubah nasib negerinya sendiri." 2. "Aku tinggalkan Kekayaan alam Indonesia, biar semua negara besar dunia iri dengan Indonesia, dan aku tinggalkan hingga bangsa Indonesia sendiri yang mengolahnya." 3. "Barangsiapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam." 4. “Firman Tuhan inilah gitaku, Firman Tuhan inilah harus menjadi Gitamu : “Innallahu la yu ghoiyiru ma bikaumin, hatta yu ghoiyiru ma biamfusihim”. ” Tuhan tidak merobah nasibnya sesuatu bangsa sebelum bangsa itu merobah nasibnya” [Bung Karno, Pidato HUT Proklamasi, 1964] 5. "Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa pahlawannya." [Ir. Soekarno, Pidato Hari Pahlawan 10 November 1961] 6. "Kita belum hidup dalam sinar bulan purnama, kita masih hidup dimasa pancaroba. Jadi tetaplah bersemangat elang rajawali." 7. "Gantungkan cita-cita mu setinggi langit! Bermimpilah setinggi langit. Jika engkau jatuh, engkau akan jatuh di antara bintang-bintang." 8. "Laki-laki dan perempuan adalah seperti dua sayap dari seekor burung. Jika dua sayap sama kuatnya, maka terbanglah burung itu sampai ke puncak yang setinggi-tingginya; Jika patah satu dari pada dua sayap itu, maka tak dapatlah terbang burung itu sama sekali." 9. "Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri." 10. "Beri aku 1.000 orang tua, niscaya akan kucabut semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia" 11. "Merdeka hanyalah sebuah jembatan, Walaupun jembatan emas.., di seberang jembatan itu jalan pecah dua: satu ke dunia sama rata sama rasa.., satu ke dunia sama ratap sama tangis!" 12. "Orang tidak bisa mengabdi kepada Tuhan dengan tidak mengabdi kepada sesama manusia.. Tuhan bersemayam di gubuknya si miskin." 13. "Apakah kelemahan kita adalah kurang percaya diri sebaga bangsa, sehingga kita menjadi bangsa penjiplak luar negeri dan kurang mempercayai satu sama lain, padahal kita ini asalnya adalah rakyat gotong royong." 14. "Jadikan deritaku ini sebagai kesaksian bahwa kekuasaan seorang Presiden sekalipun ada batasnya. Karena kekuasaan yang langgeng hanya kekuasaan rakyat. Dan diatas segalanya adalah Kekuasaan Tuhan Yang Maha Esa." 15. "Bangunlah suatu dunia dimana semuanya bangsa hidup dalam damai dan persaudaraan." 16. "Kita bangsa besar, kita bukan bangsa tempe. Kita tidak akan mengemis, kita tidak akan minta-minta, apalagi jika bantuan-bantuan itu diembel-embeli dengan syarat ini syarat itu! Lebih baik makan gaplek tetapi merdeka, daripada makan bestik tapi budak." [Bung Karno, Pidato HUT Proklamasi] 17. "Aku lebih suka lukisan samudra yang gelombangnya menggebu-gebu daripada lukisan sawah yang adem ayem tentram." 18. "Janganlah mengira kita semua sudah cukup berjasa dengan segi tiga warna. Selama masih ada ratap tangis di gubuk-gubuk pekerjaan kita belum selesai! Berjuanglah terus dengan mengucurkan sebanyak-banyak keringat." [Ir. Soekarno, Pidato HUT Proklamasi] 19. "Apabila dalam di dalam diri seseorang masih ada rasa malu dan takut untuk berbuat suatu kebaikan, maka jaminan bagi orang tersebut adalah tidak akan bertemunya ia dengan kemajuan selangkah pun." 20. "Janganlah melihat ke masa depan dengan mata buta. Masa yang lampau sangat berguna sebagai kaca benggala daripada masa yang akan datang." 21. “Tidak seorang pun yang menghitung-hitung: berapa untung yang kudapat nanti dari Republik ini, jikalau aku berjuang dan berkorban untuk mempertahankannya”. [Ir. Soekarno, Pidato HUT Proklamasi 1956] 22. "Apakah kita mau Indonesia merdeka, yang kaum Kapitalnya merajalela ataukah yang semua rakyatnya sejahtera, yang semua cukup makan, cukup pakaian, hidup dalam kesejahteraan, merasa dipangku oleh Ibu Pertiwi yang cukup memberi sandang dan pangan?" [Ir. Soekarno Pidato lahirnya Pancasila 1 Juni 1945] 23. "Gemah ripah loh jinawi, tata tentram kerta raharja, para kawula iyeg rumagang ing gawe, tebih saking laku cengengilan adoh saking juti. Wong kang lumaku dagang, rinten dalu tan wonten pedote, labet saking tan wonten sansayangi margi. Subur kang sarwa tinandur, murah kang sarwa tinuku. Bebek ayam raja kaya enjang medal ing panggenan, sore bali ing kandange dewe-dewe. Ucapan-dalang dari bapaknya-embahnya-buyutnya-canggahnya, warengnya-udeg-udegnya gantung siwurnya. Bekerja bersatu padu, jauh daripada hasut, dengki, orang berdagang siang malam tiada hentinya, tidak ada halangan di jalan. Inipun menggambarkan cita-cita sosialisme." [Bung Karno, Pidato Hari Ibu 22 Desember 1960] 24. "Walaupun jembatan emas di seberang jembatan itu jalan pecah dua: satu ke dunia sama rata sama rasa.. satu ke dunia sama ratap sama tangis.." Itulah sedikit kumpulan 24 Kata Bijak Mutiara Soekarno baik tentang pemuda, kemerdekaan, dan yang lainnya.

20 Ajaran Welas Asih Dewi Kwan Im

20 Ajaran Welas Asih Dewi Kwan Im 1. Jika orang lain membuatmu susah, anggaplah itu tumpukan rejeki. 2. Mulai hari ini belajarlah menyenangkan hati orang lain. 3. Jika kamu merasa pahit dalam hidupmu dengan suatu tujuan, itulah bahagia. 4. Lari dan berlarilah untuk mengejar hari esok 5. Setiap hari kamu sudah harus merasa puas dengan apa yang kamu miliki saat ini. 6. Setiapkali ada orang memberimu satu kebaikan, kamu harus mengembalikannya sepuluh kali lipat. 7. Nilailah kebaikan orang lain kepadamu, tetapi hapuskanlah jasa yang pernah kamu berikan pada orang lain. 8. Dalam keadaan benar kamu difitnah, dipersalahkan dan dihukum, maka kamu akan mendapatkan pahala. 9. Dalam keadaan salah kamu dipuji dan dibenarkan, itu merupakan hukuman. 10. Orang yang benar kita bela tetapi yang salah kita beri nasihat. 11. Jika perbuatan kamu benar, kamu difitnah dan dipersalahkan, tapi kamu menerimanya, maka akan datang kepadamu rezeki yang berlimpah-ruah. 12. Jangan selalu melihat / mengecam kesalahan orang lain, tetapi selalu melihat diri sendiri itulah kebenaran. 13. Orang yang baik diajak bergaul, tetapi yang jahat dikasihani. 14. Kalau wajahmu senyum hatimu senang, pasti kamu akan aku terima. 15. Dua orang saling mengakui kesalahan masing-masing, maka dua orang itu akan bersahabat sepanjang masa 16. Saling salah menyalahkan, maka akan mengakibatkan putus hubungan. 17. Kalau kamu rela dan tulus menolong orang yang dalam keadaan susah, maka jangan sampai diketahui bahwa kamu sebagai penolongnya. 18. Jangan membicarakan sedikitpun kejelekan orang lain dibelakangnya, sebab kamu akan dinilai jelek oleh si pendengar. 19. Kalau kamu mengetahui seseorang berbuat salah, maka tegurlah langsung dgn kata-kata yang lemah lembut hingga orang itu insaf. 20. Doa dan sembah sujudmu akan aku terima, apabila kamu bisa sabar dan menuruti jalanku.

Selasa, 14 April 2015

NGELINGGIHANG DEWA HYANG/DEWA PITARA

25. Nagasari, Penaga Putih, Nagakusuma (Mesua Ferrea Linn) Pohon ini asalnya dari India, banyak ditanam dihalaman atau kebun dibawah 1300 m dpl didaerah Jawa dan Bali, bisa mencapai tinggi 20 m dengan diameter 50 cm. Yang dianggap bertuah umumnya terdapat di makam-makam tokoh sejarah, misal Raja, Ulama seperti di Imogiri, Kotagede, Kudus dan Gunung Muria. Daun yang muda berwarna merah, duduk berhadapan, bunga besar dengan 4 helai daun mahkota yang berwarna putih, berbau wangi. Sedang buahnya berkulit keras disebut Gandhek berisi 1 – 4 biji. Mulai akar, daun, bunga sampai kulit dan kayu dimanfaatkan untuk obat dan azimat penangkal bahaya. Kuncup bunga yang masih tertutup disebut sari kurung atau cangkok kurung. Sedang kuncup bunga yang telah terbuka disebut sari mekar atau cangkok mekar. Benang sarinya harum, dinamakan podhisari atau sari naga / sari cangkok. Bunga yang telah diambil benang sarinya ditumbuk halus menjadi obat-obatan disebut sari cangkok. Semua ini menjadi bahan campuran pelbagai obat racikan. Biji Nagasari juga banyak dimanfaatkan untuk obat luar, caranya biji ditumbuk halus setelah dihilangkan kulit kerasnya, kemudian ditaruh dalam minyak kelapa atau wijen (sesam oil) dan dipanasi. Minyak ini sangat baik untuk luka infeksi, eksim menahun, bengkak bahkan bisul dan segala macam penyakit kulit. Untuk pengobatan sebaiknya dalam keadaan hangat larutan nogosari dalam minyak itu dioleskan pada bagian yang sakit. Biji Nagasari juga dapat digunakan untuk pengobatan infeksi dalam. Caranya, ambil 3 –5 nogosari, pecah dan tumbuk lalu taruh dalam gelas berikut kulitnya lalu seduh dengan air setengah panas (air termos), diamkan sekitar 5 menit dan setelah dingin diminumkan pada si sakit. Isinya jangan dibuang tetapi isi dengan air panas lagi dan lima jam kemudian diminumkan lagi kemudian ditambah air panas lagi dan minumkan 5 jam kemudian. Air nogosari ini sangat baik untuk mengobati haid yang selalu sakit, pendarahan lambung dan keputihan. Menurut pengalaman banyak orang, segala penyakit yang mempunyai efek panas badan dapat disembuhkan dengan nogosari, baik dengan seduhan dalam air mulai dari biji, serpihan kayu, daun, bunga atau kulit kayunya. Kulit kayu Nogosari berwarna coklat, jika sudah tua menjadi coklat kehitaman atau coklat dengan serat serat hitam. Kayu yang dianggap mempunyai daya gaib istimewa terutama yang dari makam leluhur. Untuk mendapatkannya dianjurkan puasa mutih (hanya makan nasi dan minum air putih) selama beberapa hari. Sebelum memotong kayu, seyogyanya melakukan sesaji selamatan menurut petunjuk penjaga makam. Kayu Nogosari termasuk keras dan ulet, sebaiknya setelah dipotong jangan dijemur, tetapi setelah agak kering buatlah barang yang diinginkan, misal tongkat, pipa, stick dan sebagainya. Kayu ini sangat berbahaya jika untuk memukul. Secara spiritual kayu ini bersipat mengembalikan daya yang dilontarkan kepada pemakai. Diyakini kayu ini merupakan kayu yang paling unggul diantara kayu bertuah lainnya. Tuahnya : keselamatan, kewibawaan, pengobatan, perlindungan terhadap orang jahat/jin jahat, binatang berbisa, anti tenung dan black magic. Pemakai kayu ini diharapkan berlaku jujur dan suci, jika tidak maka tindakan negatif nya akan berbalik memukul diri sendiri. Kayu Nagasari mudah dikenal karena jika ujungnya dibakar tidak menyala dan jika direndam air sekitar 10 menit maka permukaannya akan keluar bulu-bulu halus. Pantangan : Kayu ini jangan sekali-kali dilangkahi wanita atau pria dan seyogyanya kayu ini jangan dilekati benda logam(emas, kuningan, perak) atau gading. Biarkan seperti adanya. Kayu yang tua sangat bagus untuk dibuat mata cincin, khasiatnya sama dengan membawa kayu Nagasari dalam ukuran besar. • Upacara Ngalinggihang Dewa Pitara • • Latar belakang dan pengertian. Melaksanakan upacara yadnya termasuk di dalamnya upacara Pitra Yadnya adalah merupakan kewajiban bagi setiap umat Hindu. Upacara Pitra Yadnya terdiri dari: o Upacara Sawa Wedana bermakna mengembalikan unsur- unsur Panca Maha Bhuta (Sthula sarira) dan menyucikan atma orang yang telah meninggal) dunia. o Upacara Atma Wedana bermakna menyucikan suksma sarira dan atma sebagai kelanjutan dari upacara Sawa Wedana. Upacara Ngalinggihang Dewa Pitara (Dewa Hyang) dapat dilaksanakan berupa menstanakan kembali atma (roh suci) yang diyakini telah mencapai "Atmasiddha dewata". di Sanggah Kamulan (Pemerajan) atau Pura Kawitan (Pura Leluhur). • Tujuan dan fungsi upacara. Upacara Ngalinggihang Dewa Pitara (Menstanakan Dewa Hyang/ Atma leluhur diyakini telah suci) bertujuan untuk menjalin bhakti keturunan atau santana dengan para leluhur di samping juga melalui para leluhur umat manusia dapat lebih mendekatkan dirinya kepada Sang Hyang Widhi. Adapun fungsi upacara pemujaan kepada para leluhur ini adalah sebagai sarana supaya para leluhur dapat memberikan perlindungan dan pengayoman kepada keturunannya, di samping untuk dapat menghubungkan umat manusia kepada Sang Hyang Widhi Wasa. • Tata Pelaksanaan. o Rangkaian upacara  Setelah melaksanakan upacara Atma Wedana, dilanjutkan pula dengan upacara Nyegara Gunung/ Nyegara Giri atau Majar- ajar ke laut dan ke gunung.  Upacara selanjutnya adalah menstanakan atau Ngalinggihang Dewa Pitara atau Dewa Hyang dengan rangkaian sebagai berikut • Nuntun dari pura Dalem (Kahyangan Tiga, Segara atau Pura Dalem Puri Besakih. • Dilanjutkan dengan upacara menstanakan Ngalinggihang di Sanggah Kamulan (Pamerajan) atau Pura Kawitan (leluhur). • Penjelasan : • Bagi yang nuntun di pura Dalem (Kahyangan Tiga) Pertama melaksanakan upacara mempersembahkan sesajen (ayaban) ke hadapan Ida Bhatara di pura Dalem (Siwa). Selanjutnya pimpinan upacara (Pinandita atau. Pandita) memohon supaya leluhur keluarga yang bersangkutan (yang memohon) diperkenankan disthanakan pada Sanggah Kamulan (Pamerajan), Pura Kawitan atau pura leluhur. Sarana yang dipergunakan adalah "Daksina palinggih" yang kemudian dilanjutkan dengan upacara Pradaksina mengelilingi palinggih Pura Dalem tiga kali. Sebelum upacara ini dilaksanakan terlebih dahulu dipersembahkan Segehan Agung dengan "penyambleh ayam Hitam". Dewa Pitara (Dewa Hyang kemudian diiring menuju Sanggah Kamulan (Pemerajan), Pura Kawitan atau Pura Leluhur untuk disthanakan. • Bagi yang memilih nuntun dari segara rangkaian upacaranya hampir sama dengan menuntun di pura Dalem (Kahyangan Tiga) dengan tambahan mapekelem (persembahan sesajen yang dilabuh ke laut) berupa sajen suci hitam, itik hitam dan salaran. • Bagi yang memilih menuntun di Pura Dalem Puri upacaranya lebih besar dan upacara (l) dan (2) di atas. dengan pertama melaksanakan upacara di Pura Segara Gua Lawah dan dilanjutkan. dengan upacara ke Pura Dalem Puri. Sebelum menuju Pura Dalem Puri terlebih dahulu mempersembahkan sesajen "Piuning" ke Pura Manik Mas, Bangun Sakti, Ulun Kulkul, Pura Gua dan Pura Banua. Perjalanan selanjutnya dan Pura Manik Mas menuju pura Dalem Puri terlebih dahulu menyeberangi Titi Gonggang dan Batu Macepak yang terletak pada jurang sebelah barat Pura Manik Mas. Pada kedua tempat ini (Titi Gonggang dan Batu Macepak) mempersembahkan sesajen Pejati atau Penebusan. Setelah selesai memohon Dewa Pitara di Dalem Puri dilanjutkan dengan mempersembahkan Pejati di Pura Basukihan, Padharman (bila yang bersangkutan memiliki Padharman) dan diakhiri dengan mempersembahkan Pejati di Pura Penataran Agung. o Upakara (Sesajen). Adapun upakara atau sesajen dan sarana yang merupakan inti adalah : Banten saji Dewa Putih Kuning, Jerimpen Agung, Sesayut, Pangulapan, Pengambyan, Benang Tri Datu (tiga .warna : merah, putih, hitam) satu tukel (satu gulung),uang kepeng 225 biji yang diikatkan pada benang tridatu. Sebuah tutup (tombak) yang diikat dengan benang tridatu dialasi l buah kelapa yang dikupas serabutnya, diisi beras, pada ujung tombak dilengkapi dengan "Sat- sat" dari janur di samping sebuah daksina palinggih dan kain sebagai Tigasana. Penjelasan: Jumlah dan sarana upakara (sesajen) disesuaikan dengan kemampuan (desa, kala, patra) serta petunjuk Pinandita atau Pandita. o Puja Mantra : Puja Mantra disesuaikan dengan manifestasi Sang Hyang Widhi yang dipuja :  Durgastawa.  Sagarastawa.  Pertiwistawa.  Gurustawa.  Saraswatistawa.  Prajapatistawa.  Dan lain- lain sesuai dengan lokasi pura dan sarana upakaranya.  Penjelasan : Bila yang memimpin upacara seorang Pinandita (Pamangku) hendaknya mempergunakan "seha" sesuai dengan kewenangannya. • Sumber ajaran. Pemujaan Dewa Pitara atau Pitara yang telah suci adalah merupakan salah satu pokok ajaran agama Hindu yang mengajarkan penyembahan kepada leluhur yang telah suci atau Dewa Pitara di samping menyembah Ida Sang Hyang Widhi dan Dewa- Dewa sebagai manifestasi Nya. Pemujaan leluhur yang telah suci itu diajarkan dalam kitab suci agama Hindu dan sastra- sastranya yang dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan keadaan umat di mana agama Hindu itu berkembang. Sumber- sumber ajaran tersebut antara lain sebagai berikut:  Weda.  Itihasa dan Purana.  Negara Kertagama.  Wrhaspatitattwa.  Siwagama  Siwatattwapurana.  Purwabhumikamulan.  Puja Mamukur.  Yama Purwanatattwa.  Pitutur Leburgangsa.  Sanghyang Leburgangsa. • Ketua, ttd. Drs. l G B N Pandji. • • Denpasar 14 Maret 1989 Sekretaris, ttd. Drs. I Made Titib

MANFAAT TUMBUHAN

35. Delima Buahnya bulat hampir sebesar jeruk. Berkulit keras, merah, kecokelatan atau agak ungu. Daging buahnya terdiri dari butiran-butiran merah. Rasanya manis-manis segar. Delima (punica granatum) adalah tanaman buah-buahan yang berasal dari Iran. Namun ia sudah menyebar di daerah Mediterania. Belakangan juga sudah mudah ditemukan di Asia Tenggara dan RRC bagian selatan. Tanaman ini mudah tumbuh di hampir semua iklim, namun menyebar di dataran rendah sampai ketinggian 1.000 m dpl. Walaupun tak terlalu memilih, tapi delima bisa tumbuh subur di tanah gembur kering. Dikenal tiga macam delima, yaitu delima putih, delima merah dan delima ungu. Namun yang paling dikenal sebagai pangan dan obat adalah delima merah. Sejak dulu, delima memang sudah dimanfaatkan sebagai penganan yang terkadang diolah menjadi minuman segar. Tak jarang pula diolah menjadi obat penyembuh berbagai penyakit. Konon, seluruh bagian tumbuhan delima ini bisa dimanfaatkan sebagai obat. Mulai dari kulit kayu, kulit akar, kulit buah, daun, biji dan bunganya. Untuk penggunaan kulit akar, biasanya dikeringkan dahulu. Sementara pengolahan kulit buah bisa langsung dipakai segar atau setelah dikeringkan. Khasiat delima ini memang luar biasa banyak. Kulit buah digunakan untuk pengobatan sakit perut karena cacingan, buang air besar mengandung darah dan lendir (disentri), diare kronis, perdarahan seperti wasir berdarah, muntah darah, batuk darah, perdarahan rahim, perdarahan rektum, prolaps rektum, radang tenggorok, radang telinga, keputihan (leukorea) dan nyeri lambung.Kulit akar dan kulit kayu digunakan untuk cacingan, terutama cacing pita (taeniasis), batuk, diare. Bunga digunakan untuk penyembuhan radang gusi, perdarahan, bronkhitis. Nah, daging buahnya bisa juga dimanfaatkan sebagai penurun berat badan, cacingan, sariawan, tenggorokan sakit, suara parau, tekanan darah tinggi , sering kencing, rematik (artritis), perut kembung. Lalu biji-bijinya juga bisa dipakai sebagai obat penurun demam, batuk, keracunan dan cacingan.Berdasarkan penelitian, kulit akarnya yang banyak menyimpan senyawa-senyawa alkaloid, antara lain pelletierin. Senyawa ini berguna untuk pengobatan cacingan. Sementara tumbukan buah atau seduhannya berguna untuk menghentikan mencret atau disentri. Lantas, air rebusan bunganya bisa dijadikan alternatif pereda sakit gigi. Selain alkaloid, dalam kulit akar, kulit batang dan buah, terkandung zat penyamak. Zat ini berkhasiat untuk mengecilkan pori-pori, antiseptik dan hemostatik yang baik untuk keputihan. Begitupun, olahan buah delima sebagai jus membuktikan khasiat yang lainnya. Jus buah delima dipercaya mampu menangkal penyakit jantung dan meluruhkan penumpukan lemak. Percobaan sudah dilakukan pada tikus-tikus lab. Selain itu, delima mengandung antioksidan yang luar biasa tinggi. Karena itu, ia juga bisa dimanfaatkan untuk menangkis serangan radikal bebas. Segelas jus buah delima mengandung asam sitrat, asam malat, glukosa, fruktosa, maltosa, vitamin A dan C, mineral (kalsium, fosfor, zat besi, magnesium, natrium dan kalium) dan tanin. Pemanfaatan lain, karena kandungan alkaloid pelletierine sangat toksik dan menyebabkan kelumpuhan cacing pita, cacing gelang dan cacing kremi. Kulit buah dan kulit kayu juga astringen kuat sehingga digunakan untuk pengobatan diare.Membuat jus delima sangat mudah. Tinggal belah dan ambil bagian biji yang dibungkus daging berselaput. Masukkan daging buah dan biji ini ke dalam juicer atau alat pembuat jus. Setelah itu saring dan jus delima segar siap diminum. Satu buah delima ukuran sedang bisa menghasilkan setengah gelas jus. (berbagai sumber). Seandainya Anda ingin menyimpan jus untuk pemakaian jangka panjang, bisa disimpan dengan proses tertentu. Caranya, jus dibeklukan dan disimpan dalam wadah kedap udara. Jus bisa disimpan di lemari pendingin dan bisa bertahan sampai beberapa minggu. 30. Sodo Saren, Sodo Lanang (Arenga Pinnata Merr) Lidi daun aren dipercaya memiliki khasiat menghalau jin/setan dan melumpuhkan orang-orang yang memiliki kesaktian karena ilmu hitam. Mereka akan hilang kesaktiannya bila dipukul dengan lidi daun aren, jangan sekali-kali memukul anak dengan lidi daun aren karena salah-salah bisa kena penyakit jiwa yang sulit disembuhkan. Rumah yang angker atau banyak dihuni hewan pengganggu seperti tikus, ular, kelabang dll, bisa dibersihkan dengan satu ikat lidi aren yang dikebutkan keseluruh penjuru ruangan, lebih baik lagi bila disertai dengan membakar daun trembesi (johar, Cassia siamea Lamk) yang kering dicampur sedikit belerang, biasanya dalam beberapa waktu sudah bebas dari segala gangguan. Sodo Saren disebut juga sodo lanang, penamaan ini juga diberikan kepada lidi daun kelapa yang jatuh menancap ditanah secara alamiah. Khasiatnya sama dengan lidi pohon aren. Bila sodo lanang tidak digunakan, taruhlah diatas pintu masuk rumah sebagai penolak bala 26. Rotan Poleng, Rotan Pethuk (Daemonorops Spp, Gleichenia Spp) Batang rotan yang poleng (bintik hitam) dipercaya bertuah membuat orang kuat berjalan jauh, karenanya dicari untuk dibuat tongkat. Begitu juga dengan rotan pethuk, artinya dua ruas yang saling berhadapan, dipercaya memiliki daya gaib, diantaranya bisa menghilang, kebal terhadap senjata tajam dan menghalau unsur jahat. Menurut cerita Pangeran Mangkubumi pernah diberi rotan pethuk dan apabila diajunkan maka musuhnya seakan melihat orang dalam jumlah banyak sehingga melarikan diri. 27. Secang (Caesalpinia Bonducella Flemm / C. Sappan Linn) Pohon secang tumbuh dimana-mana, ditanam sebagai pagar hidup atau pohon liar, pohonnya penuh duri, kayu gubal berwarna putih sedang bagian terasnya berwarna merah darah. Rendaman atau seduhan air panas kayu secang ini berwarna merah dikenal sebagai obat manjur penyakit yang ditandai keluarnya darah seperti demam berdarah, mimisan, muntah darah, berak darah bahkan penyakit darah tinggi, juga untuk menyembuhkan penyakit gula darah (DM), jantung, infeksi ginjal dan lever. Untuk penyakit jantung, seduhan ini ditambah daun Dewandaru dari Gunung Kawi, anak yang panas dapat didinginkan dengan mengompresnya dengan seduhan air secang. Penyakit stroke yang belum terlambat dapat diberi minuman rebusan kayu secang yang ditambah dengan pohon ceplukan dan sedikit adas pulowaras. Untuk pengobatan penyakit kanker, rebusan secang ditambah serpihan tatal kayu setigi, nogosari dan segenggam rumput lidah ular atau jika tidak ada dapat diganti dengan buah Makutha Dewa. Kayu secang bertuah anti roh jahat, pelarisan dagangan dan menolak santet. Untuk pelarisan seyogyanya semua tempat barang dagangan dan lantai took dipel dengan air rebusan secang dan bagian depan tempat usaha disiram dengan seduhan secang setiap pagi sebelum toko buka. 29. Setigi, Kastigi, Sentigi, Kayu Sulaiman Banyak ditemukan didaerah berdekatan dengan pantai laut dan biasanya tumbuh ditanah berkapur. Pohon ini daunnya menyerupai daun sawo beludru atau duren yaitu hijau dengan bagian bawah berwarna merah tembaga. Kayu ini bersifat perempuan, sebaiknya jangan dipakai oleh wanita terlebih yang belum menikah. Kayu ini yang masih segar berwarna putih kemerahan namun lama kelamaan berubah coklat tua dan jika memukul orang hanya menyebabkan pingsan, tidak mati. Tuah kayu antara lain anti gigitan binatang berbisa, caranya ditempelkan potongan kayu setigi ke bekas gigitan atau sengatan beberapa lama. Juga menolak hama tumbuhan, penyakit menular dan tanah sangar karena pengaruh jin jahat/black magic. Kayu ini bisa juga untuk mengobati penyakit kanker. Ambil serpihan (tatal) kayu setigi, rebus bersama rumput lidah ular-ularan, segenggam daun tapak dara dan adas pulowaras, penderita diminta minum 3 x sehari masing masing 1 gelas. Kayu Setigi relatif ringan namun tenggelam dalam air. Pemakai kayu setigi atau tesek atau pembawa kayu setigi jangan sekali kali masuk air karena bisa tenggelam. Kayu ini banyak terdapat dipantai-pantai khususnya pegunungan kapur yang setiap hari mendapat angin laut. 13. Cendana (Santalum Album L.) Aslinya berwarna kuning agak kemerahan, berbau wangi, kayu ini diyakini bertuah didekati arwah leluhur, jangan membawa pusaka yang berwarangka Cendana bilamana menengok orang sakit karena dipercaya dapat mempercepat ajalnya. Tosan aji yang diberi warangka Cendana akan berbau harum dan lebih awet. 14. Drini, Sentigi (Pemphis Acidula Forst) Kayu Drini dulu banyak dijumpai dipantai selatan Jawa khususnya dipantai Krakal sebelah timur Baron, Gunung Kidul. Menurut beberapa orang, kayu ini juga ditemukan didaerah pantai lain. Karena banyak dicarai maka kayu ini terancam punah karena diyakini bertuah untuk keselamatan, anti black magic, anti gigitan ular dan dijauhi ular. Selain itu rendaman kayu dalam air juga berkhasiat mengobati penyakit perut. Kayu yang kering akan berbau harum bila digosok dengan ujung jari. Jenis Drini dari Pulau Kangean oleh penduduk setempat dinamakan SETIGI, CANTINGGI atau MENTIGI, kayu ini juga banyak dicari untuk pengobatan, karena langka maka harganya sangat mahal, biasanya pohon Drini tumbuh ditanah kapur yang banyak mendapat angin laut atau sering terendam air laut. 10. Pule, Pulai (Alstonia Scholaris R. Br) Pohon yang bisa mencapai tinggi 49 m, terdapat diseluruh nusantara, yang baik biasanya tumbuh dibawah 900 m d.p.l dan didekat air. Ada 2 macam varietas, yang bertangkai dan tulang daun berwarna hijau dan satunya berwarna ungu. Keduanya memiliki kegunaan sama. Kayu Pule lunak dan berwarna kuning keputihan, ada jenis kayu pule yang keras, tetapi umumnya lunak. Dalam dunia pengobatan dikenal sebagai obat demam, malaria, penyakit gula darah dan kurang nafsu makan, rasanya pahit seperti Bratawali. Getah pohon Pule sering digunakan untuk mematangkan abses (bengkak) di kulit. Banyak yang menganggap Pule bertuah untuk menolak unsur jahat dalam rumah atau pekarangan, kadang digunakan untuk mengobati kesurupan, untuk ini ambil cabang yang masih ada daunnya dan cabang pohon awar-awar serta segenggam tumbuhan alang-alang. Cambukanlah pelan-pelan punggung orang yang sedang ke 18. Kelor, Maronggi, Celor, Keloro (Moringa Olefera Lamk) Semua bagian pohon ini dipercaya bisa untuk obat. Jika ada orang yang kejang-kejang atau kesurupan atau kena hawa jahat (sawan) dari jenazah, cobalah tengkuknya dan semua persendian tubuhnya digosok dengan remasan daun kelor, biasanya ia segera siuman. Orang yang punya kesaktian tertentu (Black Magic) biasanya juga akan punah bilamana dipukul dengan cabang pohon kelor. Tidak semua pohon kelor memiliki bagian teras yang berwarna hitam yang biasa disebut GALIH KELOR, bagian kayu ini sering dicari sebagai jimat karena dipercaya dapat menunjang ilmu kanuragan dan kebal terhadap senjata tajam. Galih Kelor tidak dianjurkan dibawa oleh mereka yang berpembawaan lekas naik darah. 25. Nagasari, Penaga Putih, Nagakusuma (Mesua Ferrea Linn) Pohon ini asalnya dari India, banyak ditanam dihalaman atau kebun dibawah 1300 m dpl didaerah Jawa dan Bali, bisa mencapai tinggi 20 m dengan diameter 50 cm. Yang dianggap bertuah umumnya terdapat di makam-makam tokoh sejarah, misal Raja, Ulama seperti di Imogiri, Kotagede, Kudus dan Gunung Muria. Daun yang muda berwarna merah, duduk berhadapan, bunga besar dengan 4 helai daun mahkota yang berwarna putih, berbau wangi. Sedang buahnya berkulit keras disebut Gandhek berisi 1 – 4 biji. Mulai akar, daun, bunga sampai kulit dan kayu dimanfaatkan untuk obat dan azimat penangkal bahaya. Kuncup bunga yang masih tertutup disebut sari kurung atau cangkok kurung. Sedang kuncup bunga yang telah terbuka disebut sari mekar atau cangkok mekar. Benang sarinya harum, dinamakan podhisari atau sari naga / sari cangkok. Bunga yang telah diambil benang sarinya ditumbuk halus menjadi obat-obatan disebut sari cangkok. Semua ini menjadi bahan campuran pelbagai obat racikan. Biji Nagasari juga banyak dimanfaatkan untuk obat luar, caranya biji ditumbuk halus setelah dihilangkan kulit kerasnya, kemudian ditaruh dalam minyak kelapa atau wijen (sesam oil) dan dipanasi. Minyak ini sangat baik untuk luka infeksi, eksim menahun, bengkak bahkan bisul dan segala macam penyakit kulit. Untuk pengobatan sebaiknya dalam keadaan hangat larutan nogosari dalam minyak itu dioleskan pada bagian yang sakit. Biji Nagasari juga dapat digunakan untuk pengobatan infeksi dalam. Caranya, ambil 3 –5 nogosari, pecah dan tumbuk lalu taruh dalam gelas berikut kulitnya lalu seduh dengan air setengah panas (air termos), diamkan sekitar 5 menit dan setelah dingin diminumkan pada si sakit. Isinya jangan dibuang tetapi isi dengan air panas lagi dan lima jam kemudian diminumkan lagi kemudian ditambah air panas lagi dan minumkan 5 jam kemudian. Air nogosari ini sangat baik untuk mengobati haid yang selalu sakit, pendarahan lambung dan keputihan. Menurut pengalaman banyak orang, segala penyakit yang mempunyai efek panas badan dapat disembuhkan dengan nogosari, baik dengan seduhan dalam air mulai dari biji, serpihan kayu, daun, bunga atau kulit kayunya. Kulit kayu Nogosari berwarna coklat, jika sudah tua menjadi coklat kehitaman atau coklat dengan serat serat hitam. Kayu yang dianggap mempunyai daya gaib istimewa terutama yang dari makam leluhur. Untuk mendapatkannya dianjurkan puasa mutih (hanya makan nasi dan minum air putih) selama beberapa hari. Sebelum memotong kayu, seyogyanya melakukan sesaji selamatan menurut petunjuk penjaga makam. Kayu Nogosari termasuk keras dan ulet, sebaiknya setelah dipotong jangan dijemur, tetapi setelah agak kering buatlah barang yang diinginkan, misal tongkat, pipa, stick dan sebagainya. Kayu ini sangat berbahaya jika untuk memukul. Secara spiritual kayu ini bersipat mengembalikan daya yang dilontarkan kepada pemakai. Diyakini kayu ini merupakan kayu yang paling unggul diantara kayu bertuah lainnya. Tuahnya : keselamatan, kewibawaan, pengobatan, perlindungan terhadap orang jahat/jin jahat, binatang berbisa, anti tenung dan black magic. Pemakai kayu ini diharapkan berlaku jujur dan suci, jika tidak maka tindakan negatif nya akan berbalik memukul diri sendiri. Kayu Nagasari mudah dikenal karena jika ujungnya dibakar tidak menyala dan jika direndam air sekitar 10 menit maka permukaannya akan keluar bulu-bulu halus. Pantangan : Kayu ini jangan sekali-kali dilangkahi wanita atau pria dan seyogyanya kayu ini jangan dilekati benda logam(emas, kuningan, perak) atau gading. Biarkan seperti adanya. Kayu yang tua sangat bagus untuk dibuat mata cincin, khasiatnya sama dengan membawa kayu Nagasari dalam ukuran besar.

Selasa, 31 Maret 2015

Rumah Tradisional Adat Bali

Rumah Tradisional Adat Bali Bali salah satu pulau terindah di dunia yang terletak pada wilayah kesatuan NKRI ini, merupakan wilayah favorit wisatawan manca negara. Masyarakat Bali sangat kuat adat istiadatnya mereka sangat menjunjung tinggi dan menjaga tradisi mereka sampai sekarang. Mayoritas penduduk pulau Bali memeluk agama Hindu, Bali terkenal dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura. Di karenakan adat yang sangat kental pada masyarakat Bali inilah sangat mempengaruhi arsitektur pembangunan rumah tinggal mereka. Rumah adat Bali sampai sekarang masih diterapkan dengan kemajuan jaman era moderenisasi tidak dapat menggilasnya begitu saja, pemerintah daerah menerapkan UU mengenai pendirian bangunan di pulau Bali yang harus menerapkan hukum-hukum adat mereka. Rumah Bali harus sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali ajaran terdapat pada kitab suci Weda yang mengatur soal tata letak sebuah bangunan, hampir mirip seperti ilmu Feng Shui dalam ajaran Budaya China. Rumah Bali merupakan penerapan dari pada filosofi yang ada pada masyarakat Bali itu sendiri. Ada tiga aspek yang harus di terapkan di dalamnya, aspek pawongan (manusia / penghuni rumah), pelemahan ( lokasi /lingkungan) dan yang terahir parahyangan. Kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara ke 3 aspek tadi. Untuk itu pembangunan sebuah rumah Bali harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana. Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional Bali selalu dipenuhi pernik yang berfungsi untuk hiasan, seperti ukiran dengan warna-warna yang kontras tai alami. Selain sebagai hiasan mereka juga mengan arti dan makna tertentu sebagai ungkapan terimakasih kepada sang pencipta, serta simbol-simbol ritual seperti patung. Bali memiliki ciri khas arsitektur yang timbul dari suatu tradisi, kepercayaan dan aktifitas spiritual masyarakat Bali itu sendiri yang diwujudkan dalam berbagai bentuk fisik bangunan yang ada. Seperti rumah, pura (tempat suci umat Hindu), Banjar (balai pertemuan) dan lain-lain. Umumnya Bangunan Rumah Adat Bali terpisah-pisah manjadi banyak bangunan-bangunan kecil-kecil dalam satu area yang disatukan oleh pagar yang mengelilinginya. Seiring perkembangan jaman mulai ada perubahan bangunan tidak lagi terpisah-pisah. Jika dilihat dari sisi geografis, ada dua jenis rumah di bali yaitu rumah adat yang berada di daerah dataran tinggi dan rumah adat di daerah dataran rendah. Rumah yang berada di daerah dataran tinggi pada umumnya berukuran kecil, dan memiliki jumlah ventilasi yang lebih sedikit, dan beratap rendah. Ini dimaksudkan untuk menjaga suhu ruangan tetap hangat. Selain itu pekarangan rumah juga lebih sempit disebabkan kontur tanah yang tidak rata. Aktivitas sehari-hari seperti memasak, tidur, hingga ritual keagamaan dilakukan didalam rumah. Rumah adat bali yang terletak di daerah dataran rendah pada umumny memilki ciri sebaliknya, memiliki banyak ruang terbuka, beratap tinggi, dan berpekarangan luas. Seperti bale daja untuk ruang tidur dan menerima tamu penting, bale dauh untuk ruang tidur dan menerima tamu dari kalangan biasa, bale dangin untuk upacara, dapur untuk memasak, njineng untuk lumbung padi, dan tempat suci untuk pemujaan. Rumah keturunan keluarga raja dan brahmana pekarangannya dibagi menjadi tiga bagian yaitu njaba sisi (pekarangan depan), njaba tengah (pekarangan tengah) dan njero (pekarangan untuk tempat tinggal). Proses pembangunan dimulai dengan pengukuran tanah yang biasa disebut dengan nyikut karang. Kemudian dilaksanakan caru pengerukan karang, adalah ritual persembahan kurban & mohon izin untuk mendirikan rumah hampir sama seperti meembangun rumah adat jawa. Upacara ritual dilakukan peletakan batu pertama yang disebut nasarin, bertujuan untuk memohon kekuatan pada bumi pertiwi agar nanti bangunan rumah menjadi kuat dan kokoh serta pekerja atau tukang dilakukan upacara prayascita untuk memohon bimbingan dan keselamatan dalam bekerja. Jika seluruh ritual sudah dijalankan barulah pembangunan dimulai. Masyarakat Bali selalu memulai dan mengakhiri suatu pembangunan dengan upacara atau ritual. Semua ritual diatas pada intinya bertujuan memberi kharisma pada rumah yang akan didirikan dan untuk menjaga keselarasan hubungan manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia, & manusia dengan lingkungannya. Rumah Bali yang sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China)Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan, dan parahyangan. Untuk itu, pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya. Pada umumnya,bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbolsimbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung. Berjalan-jalan di seputar Bali tak perlu heran jika di setiap persimpangan jalan, Anda melihat sesajen di atas wadah dari janur dan ada kembang rupa rupi dan dupa yang menyala. Pura (baca: pure) pun bertebaran di segala tempat. Rumah, pertokoan, perkantoran, punya pura. Lalu, apakah Anda pernah melihat keunikan rumah adat Bali di sana? Rumah adat Bali ternyata dibangun sesuai dengan aturan Asta Kosala Kosali (bagian Weda yang mengatur tata letak ruangan dan bangunan, layaknya Feng Shui dalam Budaya China). Menurut filosofi masyarakat Bali, kedinamisan dalam hidup akan tercapai apabila terwujudnya hubungan yang harmonis antara aspek pawongan, palemahan, dan parahyangan. Untuk itu, pembangunan sebuah rumah harus meliputi aspek-aspek tersebut atau yang biasa disebut Tri Hita Karana. Pawongan merupakan para penghuni rumah. Palemahan berarti harus ada hubungan yang baik antara penghuni rumah dan lingkungannya. Pada umumnya, bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbolsimbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung. Dalam membangun rumah adat, orang Bali sangat mementingkan arah kemana akan menghadap, karena arah sangat penting artinya dalam kepercayaan dan kehidupan suku Bali. Hal-hal yang dianggap keramat atau suci lainnya diletakkan pada arah ke gunung, karena gunung dianggap suci dan keramat, arah-arah ini disebut kaja. Sebaliknya hal-hal yang bisa dan tidak dianggap keramat atau suci diletakkan ke arah laut yang disebut kelod. Dengan demikian pura desa yang diangggap suci diletakkan pada arah gunung (kaja), sedang pura dalem atau kuil yang ada hubungannya dengan kuburan dan kematian diletakkan ke arah laut atau kelod. Demikianlah dalam soal susunan perumahan orang-orang Bali tidak dapat melepaskan diri dari kehidupan keagamaan dan kehidupan adatnya. Pada umumnya bangunan atau arsitektur tradisional daerah Bali selalu dipenuhi dengan hiasan, berupa ukiran, peralatan serta pemberian warna. Ukiran maupun pahatan yang ditempatkan pada bangunan tersebut mengambil tiga kehidupan di bumi, manusia, binatang dan tumbuhan. Ragam hias/ukiran yang dikenakan pada bagian-bagian bangunan dari jenis tumbuhan antara lain: Keketusan yakni motif tumbuhan yang dibuat dengan lengkungan-lengkungan serta bunga-bunga besar dan daun-daun yang lebar, biasanya ditempatkan pada bidang-bidang yang luas. Keketusan ini ada bermacam-macam seperti keketusan wangsa, keketusan bunga tuwung, keketusan bun-bun dan lain-lain. Kekarangan, suatu pahatan dengan motif suatu karangan yang memyerupai tumbuhan lebat dengan daun terurai ke bawah atau menyerupai serumpun perdu. Hiasan ini biasanya dipahatkan pada sudut kebatasan sebelah atas, disebut karang simbar, dan ditempatkan pada sendi tiang tugek disebut karang suring. Pepatran, merupakan hiasan bermotif bunga-bungaan. Misalnya Patra Sari ditempatkan pada bidang yang sempit seperti tiang-tiang dan blandar, patra lainnya adalah patra pid-pid, patra samblung, patra pal, patra ganggong, patra sulur dan lain-lain, semuanya dalam bentuk berulang atau berderet memanjang. Ragam hias tersebut mengandung arti tertentu sebagai ungkapan keindahan simbol-simbol dan penyampaian komunikasi. Bentuk-bentuk ragam hias dari jenis fauna juga berfungsi sebagai simbol-simbol ritual yang ditampilkan dalam patung yang disebut Pratima, patung sebagai bagian dari bangunan berbentuk Bedawang nala. Kadang-kadang sebagai corak magis lengkap dengan huruf simbol mantra-mantra. Misalnya hiasan karang bona berbentuk kepala raksasa yang dilukiskan dari leher ke atas lobang pintu kori Agung atau pada Bade wadah. Hiasan karang sal berbentuk kepala kelelawar bertanduk dengan gigi runcing ditempatkan di atas pintu kori atau pintu rumah tinggal dan beberapa tempat lainnya. Type Bangunan Rumah Tradisional Bali Bangunan perumahan tradisional bali mempunyai beberapa type dari yang terkecil saka pat bangunan bertiang empat. Membesar bertiang enam, bertiang delapan, bertiang sembilan dan bertiang dua belas. Bangunan bertiang dua belas dikembangkan lagi dengan emper kedepan atau kesamping dengan tiang sejajar. Type bangunan Tradisional Bali: 1. Sakepat bangunan bertiang empat. Bangunan sakapat tergolong bangunan sederhana ukuran sekitar 3 m x 2,5 m. Konstruksi bertiang empat denah segi empat, satu balai balai mengikat tiang atau tanpa balai-balai. Atap dengan konstruksi pelana atau limasan. 2. Sakenem. Bangunan sakenem tergolong sederhana berbentuk segi empat panjang, dengan panjang sekitar tiga kalilebar .Ukuran bangunan sekitar 6 m x 2m, mendekati dua kali ukuran sakepat, Konstruksi bangunan terdiri enam tiang berjajar, tiga tiga pada kedua sisi panjang. Keenam tiang disatukan oleh satu balai-balai atau empat tiang pada satu balai- balai dan dua tiang di teben pada satu balai - balai dengan dua sakapandak. Hubungan balai-balai dengan konstruksi perangkai sunduk waton,likah dan galar. Konstruksi atap dengan pelana atau limasan 3. Sakutus. Bangunan tergolong madia bentuk bangunan segi empat panjang, dengan ukuran 5 m x 2,5 m. Konstruksi terdiri dari delapan tiang yang dirangkai empat empat menjadi dua balai-balai. Masing-masing balai memanjang kaja kelod dengan kepala kearah luan kaja. Tiang tiang dirangkaikan dengan sunduk waton/selimar, likah dan galar. Stabilitas konstruksi dengan sistem lait pada pepurus sunduk dengan lubang tiang, senggawang tidak ada pada bangunan sakutus. Sistem konstruksi atap dengan pelana. 4. Tiangsanga. Tergolong bangunan utama bentuk bangunan segi empat panjang, dengan ukuran sekitar 4 m x 5 m tiangnya sembilan. Konstruksi bangunan dengan satu balai - balai mengikat empat tiang di teben tiangnya tiga dengan senggawang sebagai stabilitas. Letak tiang masing-masing pada keempat sudut,tengah-tengah keempat sisi dan ditengan dengan kencut sebagai kepala tiang , Konstruksi atap atap dengan limasan dengan puncak dedeleg, penutup atap alang-alang atau genteng, 5. Sakaroras. Bangunan tergolong utama bentuk bangunan denah bujur sangkar dengan ukuran sekitar 5 m x 5 m, Jumlah tiang dua belas buah, empat empat tiga deret dari luan keteben. Letak tiang empat buah masing-masing sebuah di sudut-sudut, empat buah masing-masing dua buah di sisi luan dan teben. Dua buah masing-masing di sisi samping dan dua buah di tengah dengan kencut sebagai kepala tiang. Dua balai-balai masing-masing mengikat empat-empat tiang dengan sunduk, waton/selimar dan likah sebagai stabilitas ikatan. Empat tiang sederet diteben dengan senggawang sebagai stabilitas tiang. Bangunan tertutup dua sisi terbuka kearah natah, Konstruksi atap atap dengan limasan dengan puncak dedeleg, penutup atap alang-alang atau genteng

PENUNGGUN KARANG

Konsep, sejarah Penunggun Karang atau Sedahan Karang 22 Oktober 2012 pukul 19:13 OM Swastiastu, Penunggun Karang dalam Sastra Dresta disebut Sedahan Karang (di perumahan) untuk membedakan dengan Sedahan Sawah (di sawah) dan Sedahan Abian (di kebun/ tegalan/ abian). Untuk Bali, melindungi senyawa rumah, isi dan penghuni sebuah rumah adalah tugas besar yang tidak dapat ditangani secara efektif oleh dinding dan gerbang saja, terutama ketika berhadapan dengan gangguan mistis. Untuk gangguan Bali mistis nyata seperti yang fisik dan beberapa Bali lebih menekankan pada gangguan mistis ketika berhadapan dengan melindungi masalah rumah karena tidak dapat dirasakan dengan kasat mata dan terbukti lebih sulit untuk menangani daripada gangguan fisik semata. Bali percaya bahwa gangguan mistis harus ditangani oleh wali mistis karena manusia biasa tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk menembus ke dalam alam mistis meskipun seseorang memiliki cukup pengetahuan kekuatan mistis dia tidak bisa tetap waspada 24/7 dalam rangka untuk menjaga rumahnya dari serangan mistis. rumah khas Bali biasanya memiliki dua tempat bangunan suci yang keduanya memeiliki fungsi bertindak sebagai wakil penghuni di alam mistis. Tempat suci tersebut terletak di dalam kompleks rumah. Tempat tersebut adalah Sanggah pemerajan dan Sanggah Pengijeng karang Sanggah Pengijeng karang Sering juga disebut dengan Tugu Pengijeng, Penunggun Karang atau Tugun Karang atau Tugu Karang, diterjemahkan secara harfiah menjadi "kuil untuk penjaga rumah" • kata "sanggah / tugu" berarti "tempat / bangunan suci", • kata "pengijeng" berarti penjaga. (berasal dari kata "ngijeng" berarti "untuk menjaga" atau "untuk tinggal di rumah") dan • kata "karang" berarti "halaman rumah". Sanggah pengijeng karang adalah bangunan beratap dengan permanen. ini terletak dalam rumah, Sedahan Karang boleh ditempatkan di mana saja asal pada posisi “teben” jika yang dianggap “hulu” adalah Sanggah Kemulan, kurang lebih di sisi barat laut kompleks rumah atau sisi barat bangunan “bale daja”, memiliki fungsi pelindung, penjaga, wakil dan pengasuh penghuni rumah beserta isi dari pekarangan rumah tersebut. Bangunan ini didedikasikan untuk Kala Raksa, atau Bhatara Kala - dewa roh-roh jahat. Bali percaya bahwa ketika mereka menggunakan dewa roh jahat sebagai wali, logis, tidak ada roh jahat akan berani mengganggu lingkungan rumah dan penghuninya. Seperti hal-hal lain di Bali, tidak ada keseragaman dalam nama dan fungsi dari bangunan kuil ini. Beberapa Bali mengatakan itu didedikasikan untuk Bhatara Surya, matahari. Lain mengklaim memiliki hubungan dengan tepuk kanda (kanda pat) - empat saudara spiritual dari setiap orang Bali. Kuil ini kadang-kadang digambarkan sebagai untuk keluarga. Kata "keluarga" di sini bisa berupa fisik keluarga yang tinggal dalam dinding-dinding rumah atau senyawa untuk pat kanda - keluarga mistis yang tinggal di alam mistis. Sedahan Karang dalam Lontar Sudamala dalam Lontar Sudamala disebutkan bahwa Sang Brahman Tuhan Yang Maha Esa, turun ke semesta dengan dua perwujudan yaitu sang hyang wenang dan sang hyang titah. Setelah itu beliau memiliki fungsi sebagai berikut: • Hyang Titah menguasai alam Mistis termasuk didalamnya alam Dewa dan Bhuta kala, sorga dan neraka bergelar Bethara Siwa yang kemudian menjadi Hyang Guru, sedangkan • Hyang Wenang turun ke mercapada, dunia fana ini berwujud semar atau dalam susatra bali disebut Malen, yang akan mengemban dan mengasuh isi dunia ini. Dalam aplikasinya, Hyang Titah berstana di “hulu” yaitu komplek Sanggah pemerajan, sedangkan Hyang Wenang berstana di “Teben” yaitu di komplek Bangunan Perumahan berupa sedahan karang. Mengenai bentuk bangunan juga menyerupai penokohan yang berstana didalamnya. Misalnya: stana hyang guru selalu diidentikan dengan kemewahan dan diatasnya menggunakan tutup “gelung tajuk” atau sejenisnya sebagai perlambang penguasa sorga. Sedangkan sedahan karang bentuknya menyerupai bentuk pewayangan “Malen” yaitu sederhana tapi kekar dengan atasan menyerupai hiasan “kuncung” seperti bentuk ornament kepala dari wayang semar. Sedahan Karang dalam Lontar Kala Tatwa Dalam lontar Kala Tattwa disebutkan bahwa Ida Bethara Kala bermanifestasi dalam bentuk Sedahan Karang/ Sawah/ Abian dengan tugas sebagai Pecalang, sama seperti manifestasi beliau di Sanggah Pamerajan atau Pura dengan sebutan Pangerurah, Pengapit Lawang, atau Patih. Di alam madyapada, bumi tidak hanya dihuni oleh mahluk-mahluk yang kasat mata, tetapi juga oleh mahluk-mahluk yang tidak kasat mata, atau roh. Roh-roh yang gentayangan misalnya roh jasad manusia yang lama tidak di-aben, atau mati tidak wajar misalnya tertimbun belabur agung (abad ke 18) akan mencari tempat tinggal dan saling berebutan. Untuk melindungi diri dari gangguan roh-roh gentayangan, manusia membangun Palinggih Sedahan. Karena fungsinya sebagai Pecalang, sebaiknya berada dekat pintu gerbang rumah. Jika tidak memungkinkan boleh didirikan di tempat lain asal memenuhi aspek kesucian. Dalam kala tatwa juga disinggung mengenai lahirnya Dewa Kala yang merupakan cikal bakal dari Sedahan Karang, dimana Dewa Kala dikatakan lahir saat dina kajeng klion nemu dina saniscara yang dibali dengan istilah “tumpek”. Jadi baiknya disarankan agar odalan Sedahan Karang disesuaikan dengan hari kelahiran dari Dewa yang berstana disana yaitu saat “tumpek”. Untuk itu silahkan dipilih Tumpek yang mau dijadikan odalan Sedahan Karang dari sekian banyak hari raya Tumpek dibali untuk menghormati keberadaan Dewa Kala. Sedahan Karang dalam Lontar Asta Kosala Kosali dan Asta Bhumi dalam perhitungan dasar Asta Bhumi, pekarangan rumah biasanya dibagi menjadi sembilan, yakni dari sisi kiri ke kanan; nista, madya dan utama serta dr sisi atas ke bawah; nista, madya dan utama. seperti gambar disamping. sehingga terdapat 9 bayangan kotak pembagian pekarangan rumah. adapun pembagian posisi tersebut antara lain: 1. posisi utamaning utama adalah tempat "Sanggah Pemerajan" 2. posisi madyaning utama adalah tempat "Bale Dangin" 3. posisi nistaning utama adalah tempat "Lumbung atau klumpu" 4. posisi madyaing utama adalah tempat "Bale Daje atau gedong" 5. posisi madyaning madya adalah tempat "halaman rumah" 6. posisi nistaning madya adalah tempat "dapur atau pawon / pasucian" 7. posisi nistaning Utama adalah tempat "Sedahan Karang" 8. posisi nistaning Madya adalah tempat "bale dauh, tempat tidur" 9. posisi nistaning Nista adalah tempat "cucian, kamar mandi dll" biasanya digunakan tempat garase sekaligus "angkul- angkul" gerbang rumah. setelah mengetahui posisi yang tepat sesuai dengan Asta Bhumi diatas untuk posisi sedahan karang, selanjutnya menentukan letak bangunan Sedan Karang tersebut. yaitu dengan mengunakan perhitungan Asta Kosala Kosali, dengan sepat atau hitungan tampak kaki atau jengkal tangan. perhitungannya dengan konsep Asta Wara (Sri, Indra, Guru, Yama, Rudra, Brahma, kala, Uma). adapun perhitungannya: • untuk pekarangan yang luas ( sikut satak ), melebihi 4 are atau sudah masuk perhitungan "sikut satak", posisi Sedahan Karang dihitung dengan: dari utara menuju Kala ( 7 tapak ) dan dari sisi barat menuju Yama ( 4 tampak ).adapun alasannya adalah:sesuai dengan fungsi Sedahan karang yaitu sebagai pelindung dan penegak kebenaran yang merupakan dibawah naungan dewa Yama dipati (hakim Agung raja Neraka), serta tetap sebagai penguasa waktu dan semua kekuatan alam yang merupakan dibawah naungan Dewa kala. ini dimaksudkan agar Sedahan Karang berfungsi maksimal sesuai dengan yang telah diterangkan diatas tadi. • untuk pekarangan sempit yaitu pekarangan yang kurang dari 4 are seperti BTN, posisi Sedahan Karang dihitung dengan: dari utara dan barat cukup menuju Sri atau 1 tampak saja. dengan maksud agar bangunan tersebut tetap berguna walau tempatnya cukup sempit, tapi dari segi fungsi tetap sama. menurut bapak Made Purna, salah satu narasumber dari desa Guwang Sukawati. Rumah dikatakan sebagai replika kehidupan kemasyarakatan. dimana setiap bangunan rumah adat bali tersebut memiliki fungsi yang sangat mirip dengan fungsi bangunan / pura di tingkat desa perkaman. diantaranya: • Sanggah Pemerajan merupakan Sorga, tempat berstana dan berkumpulnya istadewata / dewata nawa sanga, atau merupakan simbol Pura Dalem, • Bale Dangin, merupakan simbol Bathara Guru, dimana setiap upacara adat selalu diselenggarakan di bale ini, sehingga bale ini sering juga disebut bale bali (bali = wali = upacara), • Bale Daja, merupakan simbol Bathara Sri Sedhana, simbol kewibawaan, tempat penyimpanan harta benda, sehingga sering juga disebut dengan istilah Gedong, atau Bale penangkilan (tempat tamu menunggu), • Bale Dauh, merupakan simbol Dewa Mahadewa, balai sosial tempat beristirahat, • Bale Delod, biasanya digunakan sebagai dapur atau Paon, merupakan simbol Dewa Brahma, Dewa Agni, merupakan sumber pembakaran, pemunah tapi merupakan sumber kesejahtraan, • Sumur merupakan simbol Dewa Wisnu yang merupakan pemelihara lingkungan rumah, • Bale Lumbung atau Klumpu, merupakan simbol Dewi Sri, tempat menyimpan makanan, • Lebuh tempat ditanamnya Ari-ari, merupakan simbolHyang Bherawi, penguasa kuburan • Sedahan Karang merupakan simbol Hyang Durga Manik, merupakan Pura Prajapatinya atau ulun kuburan di rumah. jadi simbolis Hulu adalah Pura dalem (sanggah pemerajan), Teben adalah lebuh natah, tempat ari-ari yang memiliki pura prajapati bernama Sedahan Karang. Yang perlu diperhatikan, bangunan Palinggih Sedahan harus memenuhi syarat: • pondamennya batu dasar terdiri dari dua buah bata merah masing-masing merajah “Angkara” dan “Ongkara” • sebuah batu bulitan merajah “Ang-Mang-Ung”; berisi akah berupa tiga buah batu: merah merajah “Ang”, putih merajah “Mang”,dan hitam merajah “Ung” dibungkus kain putih merajah Ang-Ung-Mang • di madia berisi pedagingan: panca datu, perabot tukang, jarum, harum-haruman, buah pala, dan kwangen dengan uang 200, ditaruh di kendi kecil dibungkus kain merajah padma dengan panca aksara diikat benang tridatu • di pucak berisi bagia, orti, palakerti, serta bungbung buluh yang berisi tirta wangsuhpada Pura Persyaratan ini ditulis dalam Lontar Widhi Papincatan dan Lontar Dewa Tattwa. Jika palinggih sedahan tidak memenuhi syarat itu, yang melinggih bukan Bhatara Kala, tetapi roh-roh gentayangan itu antara lain Sang Butacuil. Jika sedahan karang di-”urip” dengan benar, maka fungsi-Nya sebagai Pecalang sangat bermanfaat untuk menjaga ketentraman rumah tangga dan menolak bahaya sehingga terwujudlah rumah tangga yang harmonis, bahagia, aman tentram, penuh kedamaian. Sumber : http://cakepane.blogspot.com/2012/10/penunggun-karang-atau-sedahan-karang.html Suksma, OM Shanti, Shanti, Shanti OM

Kamis, 12 Maret 2015

Budaya Bali

Budaya Bali Om Swastiastu, Om Awighnamastu Namo Siddham. Terlebih dahulu, saya haturkan pangaksama mohon maaf sebesar - besarnya ke hadapan Ida Hyang Parama Kawi - Tuhan Yang Maha Esa serta Batara - Batari junjungan dan leluhur semuanya. Agar supaya, tatkala menceriterakan keberadaan para leluhur yang telah pulang ke Nirwana, kami terlepas dari kutuk dan neraka. Kumpulan Mantra Bali Berikut sedikit saya share kan beberapa mantra yang mungkin akan berguna buat para pembaca yaitu: Kanda Mantra / Tingkahing Mamantra : Salewiring mantrayang, yen dereng nyarik, awya mangkana, sidi mantran (tatwan nira) yan mangkana. Mamantra : Yan sira memantra, iki linggihang rumuhun: 1. Bhatara Guru, bonkoling lidah, madyaning lidah. 2. Bhatari Bagawati, pucuking lidah 3. Kalika joti srana, bongkoling lidah 4. Sang Hyang Kedep, madyaning lidah 5. Sang Hyang Sidhi, pucuking lidah 6. Sang Hyang Mandi, Sang Hyang tri mandi ring cipta. 7. Sang Hyang mandi wisesa, bayunta 8. Sang Hyang sarpa mandi, ring sabda 9. Mandi saparaning wuwus Iki Pengater Mantra Ma : Ong ang ung, teka ater 3x, ang ah, teka mandi 3x, ang. Iki Pengurip Mantra Ma : Ang urip ung urip mang urip, teka urip 3x, bayu urip sabda urip idep urip, teka urip 3x, jeneng. Iki Surya Kembar Ma : Ong netranku kadi surya kembar, asing galang teka ulap, asing meleng teka ulap, asing mapas teka ulap, teka ulap 3x, buta teka ulap, dewa betara teka ulap, jadma manusa teka ulap, ong desti leak ulap. Iki Pengasih Ma : Teka sinang 3x, teka waye 3x, paripurna ya namah swaha. Iki Pangurip Mantra (saluwiring mantra wenang) Ma: Ong betare indra turun saking suargan, angater puja mantranku, mantranku sakti, sing pasanganku teka pangan, rumasuk ring jadma menusa, jeneng betara pasupati. Ong ater pujanku, kedep sidi mandi mantranku, pome. Iki Pasupati Ma : Ong sangiang pasupati sakti wisesa angempu wisesa, mewali wastu mantranku ngarep, prekosa aeng angker wastu mantra menadi pasupati, sastra mantra mahasaktyem, ping siyu yuta angker ping siyu sakti, Ong wastu tastasku, Ong ping siyu yuta, Ong Ang Mang swaha, Ong 3x, Ang 3x, Ong 3x. Iki pyolas Sa : roko upinang ping 3, Ma : Om sangiang gni rumusup atine…..gadak uyang atine… aningalin awak sariranku,kedep sidi mandi mantranku, lah pomo. Iki Pangarad Ma : Ih, Semar lungha ametan atmanne …….. ring tengahing (telenging) soca kiwa tengen, gawanen ring awak sariran ingsun, lah poma 3x deleng. Sesirep Reh asidakep Ma : Om brahma sirep, manuse sirep, kala sirep, anata riarepku, teke mendek, masidakep, rep sirep, kukul dungkul kukul, rep sirep. Pangurip sarana Ma : Om bayu sabda idep, urip bayu, urip sabda, urip sarana, uriping urip, ya nama swaha. Urip 3x Pangurip rerajahan Mwang salwiring mati Sa ; wnang Ma : Om aku sakti, urip hyang tunggal, lamun urip sang hyang tunggal, urip sang hyang wisesa, teka urip 3x Pangijeng dewek lwih Sa : keneh Ma : Ih, meme rambut gĕmpĕl, masusu lambih, pyak kaja pyak kelod pyak kangin pyak kauh, lah pada pyak ingsun di tengah, poma 3x Iki Pamancut salwiring guna (kaliput baan guna) Sa : Toya ring batok areng, Utawi: Yeh pasereyan tunun, kayehang wong agring, Ma : idep aku meme bapa pertiwi akasa, saguna japa mantra lekas, sama kamisayan, satru musuhku wus, kabancut 3x. Iki Punggung tiwas Sa : engkahin siwa dwaran wang gering Ma : Om beh sang sem em 6x, waras Sa : yen arep wisesa sakti, genahang padma wredaya ring raga, masarira brahma. Ma : ang brahma ngesam ya namah, (uyup 3x) Penglukatan, Penyepuh ring Raga Sa ; - Nyuh Gading, - Ambengan 9 katih tegul aji benang, - Ketisang tunas lantas anggon mandus. Ma : Ang ung mang, ung man gang, mang ang ung, ang ah, ah ang, mang. (3x) Iki Pamatuh gring Sa : kasuna jangu, Ma : Ih batara bima sakti, anglebak ikang bwana, amepet maga gering kabeh, teke pepet 3x, patuh 3x. Iki Pematuh Leak Agung Sa : sakawenang, Ma : Hih guru metas 3x, kala mimpas 3x, teka patuh 3x. Pamatuh Ma : ingkup patuh 3x, upinang ping 3 Sa : sakawenang, Ma : Idep aku sang hyang tunggal, amatuhana bwana kabeh, surya candra, lintang tranggana, patuh gni banyupatuh, angina patuh, jadma manusa patuh, apan kapan kasidyan nira sang hyang tunggal, amatuhana sakawenang, patuh ingkup. Sa : saka wnang Ma : Om bayu teka, desti lunga, brahma punah, wisnu punah, tunggal punah – punah kita kabeh, tan tuma maha ring awak sariranku, teke punah 3x. Pamatuh sarwa tenget Sa : sekar amanca warna, yeh anyar Ma : Ih, ngadeg batara indra, patuh, batara sangkara, batara brahma, batara wisnu, batara siwa, empu ijambangan nyai, apang melah, poma 3x Pamatuh buta kala ngandang Ma : Om buta kala ngandang – ngandang, teke apatuh ingkup, maring awak sariranku, teka patuh tan tuma ma ring awak sariranku, aku sang hyang licin, tan kasaran kaungkulan, dening buta kala dengen, aku sakti wnang, ang ung mang, kedep sidi mandi mantranku. Pangimpas kala Sa : sakawnang Ma : Om durga singgah, kala singgah, buta singgah, dengen singgah, sing pasyung pada singgah, teka pyak 3x (upinang 3x). Panundung buta kala Sa : wnang Ma : Ih buta kala, away kita ingkẽnẽ, aku rumawak sang hyang brahma, wnang aku amatinin kita, mundůra sira mangkẽ, aja swẽ, tka mundur 3x, tan pawali kita munggwing untat teka mundur 3x. Iki Mantra Mejalan Sa : reh amecik cunguh Ma : Om aku angempet bayun satru musuhku, aku angempet kaketeg satru musuhku, teke sirep. Iki Pangurip bayu Sa : reh angupin, Ma : apurani mulih kebanyumu lekah. Iki Mantra Salwiring Tamba Ma : Ung, Ang, Ong, Mang, Yang, Wang, Ung, wnang angilang lara wigna dentas waras. 3x. Iki Pametus mwang Kakambuh Ma : Om ibu pertiwi, ingsun anjuluktuturut kambut, agung mepengen , gegeran 3x. Iki kaputusan sangut Sa : kedek, Ma : Om kaputusan sangut, metu saking swargan, mengaji sarwa ningasih, betara siwa nembah asih batara iswara asih, teka pada lenglog atine, jengis asih, sing teka pada nyelo ring aku, aku pangawaking sampyan mas, turunan ring swargan agung, poma. Iki Mantran salwiring Karya Sa : yan sira akarya salwiring karya, iki regepang, Ma : batara brahma makarya, batara wisnu anylehin, batara iswara mituduhin. Iki Pangurip Mwang Mresihin (nguripang mwang mresihin salwiring karyanin) Ma : batara brahma makarya, batara wisnu angurip, batara iswara mresihin, teke hning. Iki Pamunah Pnawar Sa : sakawenang, pangan akna. Ma : Om, ak 3x, ik 2x, jah tatawar 3x, dah 3x, ah 3x, hep 2x, sing glar 3x. Iki Sarinning Pancar Sona “Ng” mantra dahat lewih, away wera juga, pingit akna. Ma : Umoring sastra, sastra sapta karana, modra sana kapangan kinum, satus tahun ida tan keneng lara-lara atwa anom manih, dening sarining aji pancar sona, teken 3x. Lekasnya anulak lakan ; ambeng “ng” mekek bayu, sing dadi macelegekan, upin ping3. Iki Pamungkem Sa : muncuk dapdap sekar akna Ma : ung, ang, mang, idep aku anunggal jaran wilis, ngagana lampahku, sapa wani tuminghal uripku, sing madeleng pada bungkem, Kumedap-kumedip bungkem, kumangkang-kumingking bungkem, gajah warak bungkem, teka kekel bungkem. Sa : mica 7 besik, wus amantra sembar akna. Ma : Om kala kalika bungkem, dewa dewi bungkem, dewata dewati bungkem, kumangkung kumingking bungkem, gumatal gumitil bungkem, manusa bungkem, asu bawi bungkem, aku kibungkem, amungkem manusa kabeh, teke bungkem bulangkem, mantranku sidi. Pamungkem leak Sa : yeh anyar sirat akna Ma : Isaya muksana, tananataya, kedep sidi mantranku. Pamungkem cicing Sa : segan kepel 1 Ma : Om brahma bungkem, wisnu bungkem, sakutu kutuning brahma bungkem. 3x Pamungkem tabwan Puja ring sor : Om Om krihi swaha, angrong. Ma : om umah – umah (semburin tri ketuka), Om sring waha swaha. Iki Tatulak Buyung Sa : toya mawadah sibuh cemeng, sekar jepun 1 rinebok ring toya, wus minantra siratin wangke ika ping 3, ilang ikang buyung. Ma : bismi lara, menana kembi lara, sapasang, mulih imingmang cemeng sube dini. Tatulak bebai Sa : toya ring caratan, siratin sang kena babai, ider kiwa nemu glang apisan. Ma : Lenda galuh, sang gara galah, janas aranmu lahmu. Aji papeteng Sa : buk areng sambuk. Ma : Idep aku sarwa pteng, pteng ngaputih. Sa : buktibā kna ring wang. Ma : Ih tekep akasa lawan pratiwi, atekep anakanakan matane wong kabeh, tka pteng dedet kapalingan, jeng. Pangembak pameteng Ma : Ih buta seliwat, sapangempet ring marga agung, sereg 3x, teke pyak 3x. Om diding diding, dedong dewa, magdi durinku, raksa sang mentas, ika mimpas. Iki sarining sang hyang mandi, yan sira arep mangrangsukang busana rēh akna ring sma rumuhun, sira anglekas kawasa sira sakarep, tan alekas. Ma : Ih pajalingang ipajelingung, pajalango 3x. idep aku sarining sang hyang mandi, aku katinggalan, aku tan katon, jeng. Sesirep utama Sa : Sang Hyang Licin. Ma : Om desti sirep, manuse sirep, kebo sampi sirep, sang gumatat gumitit sirep, kumangkung kumingking sirep, gandarwa gandarwi sirep, widyadara widyadari sirep, sami pade sirep, wong manuse kabeh. Reh asidakep Ma : Om brahma sirep, manuse sirep, kala sirep, anata riarepku, teke mendek, masidakep, rep sirep, kukul dungkul kukul, rep sirep. Niyan sang hyang aji susupan Sa : asep asepan adjana kunang, rẽhnya angrana sika, masarira aku mawak batara guru murti sira panca muka, dasa buja, tri netra kita ring sawulu wulu, ingidep iparek ring dewata nawa sanga, lwirnya : wisnu, sambu siwa, waruna. Ma : Om baga bajra, banata dewa purasti guru, pirowaca ada raksa sang mretyu sada, Om wang nang, giri suksma nyjana, dēna marayangku, to dewa sangha. Om dat dewati prasta diswaha sakti. Pangraksa jiwa/urip Ma : Om hrong krong siwastra rajaya namah swah. Pangidep ati Sa : wnang pangan Ma : Pukulun sang hyang tutur mēnget, tutur jadi, sumusup ring adnyana hning, sing tinular isep. 3x leaksih, jadma manusāsih, dewa betarāsih, teka patuh ingkup, asih dẽnawlas, Om yang tunggal prama sakti ya nama. Mandi sakecap Uncar ping 3 Ma : Om ta sakti, sidi pujaning dewa sakti, asidi sakti. Pangurip bayu Sa : sakawenang Ma : Om bayu sugriwa mungguh ring netra kiwa, bayu anggada mungguh ring netra tengen, bayu anoman mungguh ring tungtunging wulat, bayu wayawa mungguh ring idep, bayu ongkara mungguh ring slaning ati, angalapana sakwehing lara, tuju tluh tranjana, ila – ila upa drawa, nguniwēh danda upata, apan nyanu anglebur mala, anglukat lara, teka muksah 3x. Sa : reh angupin Ma : apurani mulih kebanyumu lekah Pangenteg bayu Sa : toya anyar mewadah sibuh cemeng, madaging pucuk bang. Ma : Sabda matemu pada sabda, idep matemu pada idep, bayu matemu pada bayu, urip matemu pade urip 3x Kaputusan Dalang Putih Sa : lunglungan, sumpingakna, yan angamēt tan kawasa lawatin Ma : Idepaku anaking dalang putih, adoh aku tan katututan, parek aku tan kena ginamelan, apan aku anaking dalang putih, tka bungeng – bungeng Iki panglebur lara roga, mwang kenēng upa drawa, mwang dening durjana, mwang ipyan ala, kalebur dēnya Sa : yeh Ma : sang, bang, tang, ang, ing, tirta paritra, ang ung mang enyana, Om mrtha. Pinungkul agung Sa : wnang, reh wnang Ma : Ung, ung batara kala, duk tuman ceba ring pretiwi akasa, Om ang mang. 3x Pangurip sarana Ma : Om bayu sabda idep, urip bayu, urip sabda, urip sarana, uriping urip, ya nama swaha. Urip 3x Pamageh urip/bayu Ma : Om ring siwa dwara, ang ring nabi, mang ring mula kanta. Upin ping 3 (uncar akna sadina – dina) Pangurip rerajahan Mwang salwiring mati Sa ; wnang Ma : Om aku sakti, urip hyang tunggal, lamun urip sang hyang tunggal, urip sang hyang wisesa, teka urip 3x Sarining dewa Lekas akna ring jalan Ma : Idep aku sarining mantra, idep aku sarining dewa, aku maged di marga agung, sing tumingalin sariranku teka asih Pagmeng Sa : idu bang, basmākna Ma : raksasa ring arepku, macan ring wuringku, bwaya ring sukunku, gelap ring luhurku, minaka swaranku, teka rep Pangijeng dewek lwih Sa : keneh Ma : Ih, meme rambut gĕmpĕl, masusu lambih, pyak kaja pyak kelod pyak kangin pyak kauh, lah pada pyak ingsun di tengah, poma 3x Paneduh Salwiring galak Sa ; yeh raupang ping 3 Ma : Pakulun salegatan, mullah, buta teduh dewa teduh angina teduh, Om gni teduh, (syanu………..) teduh, sing kala kon pada teduh, aku dewaning teduh, sing kauca pada teduh Mantra satus Ma : Om tarĕ – tarĕ, turĕ – turĕ, sarwa jagat prewisnu, presolah wicĕt swaha. Yan mahyun asihin ring rat, mantra ping 10 Yan mahyun angilangakna karya, mantra ping 7 Yan mahyun kasubagan mwang kawerdyaning wadwa, mantra ping 6 Yan mahyun angilang akna dengen mwang desti mantra ping 12 Sadananya angusap angga away lupa Ma : Om prajopaya sakti maha mo wani sakaya, yawe namo nama swaha 3x JAPA Nyatur Desa Sanghyang brahma marep daksina, pala dirgayusa Ma : Om ang nama swaha 9x Sanghyang mahadewa marep pascima, kaswastaning sarira Ma : Om tang nama swaha 9x Sanghyang wisnu marep uttara, mangilangang papa klesa mwang satru Ma : Ung, ung nama swaha 9x Sanghyang sada siwa, kasidyan sira, labda jnana awak… Ma : Om ang ung mang nama swaha 9x Pangarad dewa Ma : Om ang mang 3x Uncar akna pacang pules/sirep, uncar ping 9. Ma : Om taya-pangaradan dewa. Pangeseng salwiwing pangan Ma : Ih, bungutku paon, lidahku api wetengku segara, sing manjing, geseng 3x Pangeseng gring ring sariranta Usapang ping 3 Ma : ang ah, ang ring nabi, agni prekreti. Ah ring siwadwara, banyu prekreti. Dudut akna imeme lawan I bapa. Idep imeme matemu lawan I bapa. Wus angidep metu mantra Ma : Ang, gni ring tungtunging lidah. Ah, toya ring madyaning lidah, turun mari tinggal, geseng akna ring madyaning lidah, gseng lebur, anyudang ka segara gni, tke lebur 3x. ang ah. (uncar akna rikala purnama tilem) Mantra wawu bangun Rikalaning matangi, jerih satru desti Ma : Om lpang. Upinang ping 3 Nundung gring Ma : ung ang. Om mang yang wan gung, waras dĕnya. Upin ping 3 Pangijeng dewek Ma : Ih. Cai anggapati, marep ring wuri, ang swaranya, kuning tadah sajinira. Cai mrajapati, marep ring kiwa, ang swaranya, ireng tadah sajinira. Cai banaspati, marep ring tengen, om swaranya, abang tadah sajinira. Cai banaspatiraja, marep ring arep, om swaranya, petak tadah sajinira. Yen ana musuhku dursila ring bli hade bahanga, empu bli apang melah, poma 3x Panawar Sa : uyah Ma : Om segara ring wetengku, brahma ring cangkemku, sing manjing pada geseng, campah tawar 2x (tahap akna) Pamyak kala Ma : dewa pyak, manusa pyak buta dengen pyak, sami pada pyak 3x Ma : Om. Lor pyak 3x, kulon pyak 3x, kidul pyak 3x, wetan pyak 3x, Om. Brahma pyak 3x, wisnu pyak 3x. upinang ping 3 Pamandi swara Ma : Om apitana, batara wisnu batara brahma batara iswara. (uyup ping 3) Gniastra Ma : ang bang, gni astra murub kadi kala rupa, anyapu awu, durga lidek teka geseng, aku sanghyang cintya gni ambalabar, gni ajagat, buta geseng, tan palatu latu, teka geseng 3x Surya putih Iki Pangempet bulu, panyaga dewek, mereh ring capcapane Ma : ah ih uh, mram 3x. ang 3x. ung ang ah. Uyup ping 3 Paklid musuh anak ngiwa Ma : Ah Ang 10x uyup ping 3 pangemit ring margi Sa : reh amecik cunguh Ma : Om aku angempet bayun satru musuhku, aku angempet kaketeg satru musuhku, teke sirep. Iki Panglupa Sa : reh nuding asuku tunggal, apang lupa… Ma : Ih, nini lupa, kaki lupa, manusa lupa, dewa lupa, Om suniya lupa kabeh. Iki Punggung tiwas Sa : engkahin siwa dwaran wang gering Ma : Om beh sang sem em 6x, waras Sa : yen arep wisesa sakti, genahang padma wredaya ring raga, masarira brahma. Ma : ang brahma ngesam ya namah, (uyup 3x) Japa mantra Yan arep ngandupang sarwa wisesa Sa : manusa sakti gnahang ring ampru Ma : Om ang, ung yang sarwa wisesa ya. (uyup 3x) Yan arep dharma sakti Sa : manusa sakti gnahang ring karma, masarira guru Ma : Ung, ang, ung mang siwa murti prama saktyem (uyup 3x) Mantra uttama, yen arep wisesa Sa : tabuh wetista 7x Ma : Om Yen arep kasihan Sa : tabuh sukunta 7x Ma : Om Yen arep ngidih/nunas Sa : tabuh wetista 7x Ma : Om lengleng Yen arep wang istri Sa : tabuh purusta 7x Ma : Om sang Yen arep abusana Sa : dada tabuh 9x Ma : Om sang mulih ring raga utama, utamaning sapta aksara, panunggalan. (panunggalan di ati apang singid).