Minggu, 10 Maret 2013

Kuturan Tatwa



Kuturan Tatwa

Sumber naskah tradisional Bali kuno yang penuh dengan ajaran agama Hindu dan mengandung nilai sejarah dan nilai budaya Bali kuna, contohnya Kuturan Tatwa. Sumber ini bermula dari sebuah Prasasti Babad Tatwapurana Balidwipa yang menggunakan bahasa Bali Kuna, yang pada bagian awalnya, pada bagian tertentu, dan akhir memakai bahasa Sansekerta. Naskah ini banyak meceritakan tentang kondisi Pulau Bali pada masa lampau, terutama pada masa kerajaan-keerajaan di bawah kekuasaan raja Sri Mayadenawa. Selain itu cerita mengenai masa beberapa raja di Bali yang lain seperti ;raja Sri Haji Sri Wira Dalem Kesari, raja Sri Ugrasena, raja Sri Candrabaya Singha Warmadewa, raja Sri Dharama Udayana Warmadewa dengan peermaisurinya Ratu Mahendratta Gunapriya Dharmaphatni, raja Paduka Haji Sri Dharmawangsa Wardhana Marakatapangkaja Sthna Utanggadewa yang memerintah Bali tahun 944 saka. Kekuasaan masa berikutnya dipegang oleh raja Sri Haji Anak Wungsu lalu diganti oleh Ratu Sakalendu Kirana yang digantikan olehSri Siradhipa.
Dikisahkan dalam sumber naskah Kuturan Tatwa bahwa pada masa pemerintahan Sri Mayadenawa kondisi kehidupan beragama Hindu dibali Dwipa sangat terganggu dan tidak kondusif. Banyak kahyangan atau tempat-tempat suci, seperti Pura rusak dan hancur berantakan. Namun saat itu syukurlah ada Raja yang memerintah Bali yang bernama Sri Haji Sri Wira Dalem Kesari beserta paraArya,Pandita Siwa-Buddha dari India selatan melakukan perbaikan dan renovasi tempat-tempat Suciyang pada akhirnya dapat kembali menjadi baik serta dapat berfungsi seperti sedia kala. Kondisi saat itu dapat dikendalikan dengan baik dan tertata rapi, oleh karena beliau merupakan cikal bakal Raja yang memiliki pengetahuan tentang kebenaran tertinggi, yang disebut sebagai awataranya Shang Hyang JIna.
Pada saat itu pula kehidupan Agama Hindu juga berjalan dengan damai. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya beberapa perayaan Suci Agama Hindu dapat berjalan secara harmonis. Hal itu dibuktikan dengan adanya beberapa perayaan Suci Agama Hindu dengan asuhan Daripandita Siwa-buddha diantaranya adalah perayaan suci pada Buddha Kliwon Sinta yang tujuannya untuk mengupacarai benteng kekuatan dengan perayaanPagerwesi. Jenis perayaan suci lainnya adalah berupa perayaan pada Saniscara Kliwon Landep yang bertujuan mengupacarai bala tentara perang. Upacara lainnya berupa upacara untuk arwah tang gugur dalam medan perang berupa upacara atau perayaan suci pada Saniscara Kliwon Wariga yang hingga kini dirayakan sebagai tumpek uduh. Perayaan lainnya berupa Galungan diawali dengan Sugihan Bali pada Wraspati Wage Sungsang dengan sarana haturan yang ditujukan kehadapan Shang hyang Widi dan Dewa-Dewata yang dimeriahkan dengan tarian Bali Berupa Baris jojor,baris Presi, Baris Wangkang , Baris Cina , Baris Dapdap, Serta Tarian bali lainnya .
Didirikannya tempat-tempat suci dibali dikarenakan meningkatnya kehidupan beragama di Bali, contoh tempat-tempat suci tersebut adalah Pura Tirtha Empul di tampak siring, Pura Penataran Sasih,Pura Samuantiga, Serta Pura lainnya yang didampingi oleh para Rohanian Hindu dari Siwa-Buddha. Pada saat itu juga sangat banyak berkembang Paksa Agama Hindu, seperti : Agama Saiva Siddhanta,
Pasupata, Bairawa, wesnawa, Boddha, Brahmana Rsi, dan sebagainya yang sama-sam memiliki pendapat yang berbeda-beda dalam menjalankann upacara Agama seperti perayaan suci Agama. Namun demikian dengan kearifan raja Sri Udayana Warmadewa Akhirnya Segera mengundang Mpu Kuturan ke Bali.
Ketika mpu Kuturan Tiba di Bali beliau melakukanMasabdha antara penganut Siwa-Buddha dengan penduduk Bali Aga guna mewujudkan berdiriny Desa Pekraman yang dilengkapi dengan tempat-tempat suci berupa Khayangan Tiga seperti : Pura Desa, Pura Puseh, Pura Dale m disetiap desa pekraman di Bali.Mpu kuturan juga mengajarkan tentang catur Agama,catur Lokikhabhasa,membangun Sanggah kemulan untuk setiap rumah tangga, termasuk juga Parahyangan lainnya berupa Pura ibu,dadya,dan sebagainya. Mpu Kuturan juga dititahkan untuk membangun parahyangan sapti giri tang ada di Bali, lengkap dengan upacara pemujaan yakni di Ulun Danu membangun Padmasana, meru tingkat sebelas,Meru tingkat Sembilan,Meru tigkat tujuh Meru tigkat Lima,Meru tingkat tiga dan sebuah pasamuan Agung yang duilengkapi dengan bale Mundar Mandir,Papelik,Gedong Perucut,dan lain sebagainya sesuai dengan prinsip Mpu kuturan.
Mpu kuturan juga mengajarkan untuk menanamkan pedagingan bedawang nala pada bagian dasar,juga pedagingan pada bagian tengah serta bagian puncak Meru. Selain itu Mpu kutuan juga mengajarkan untuk memangun gedong, membuat arca dewata dengan menggunakan sarana uang kepeng sesuai dengan jumlahnya. Jadi para raja di bali agar selalu melaksanakan Perayaan Suci Agama Hindu serta selalu berbakti pada setiap tempat suci di Parahyangan sapta giri di bali, yang harapannya agar terwujud keamanan,serta ketentraman ,kenyamanan,kemakmuran serta kesejahteraan bagi masyarakat Bali. Demikian keutamaan pengabdian Mpu kuturan untuk menata kehidupan beragama Hindu di pulau Bali,terutama tentang perayaan suci agma Hindu,termasuk juga beliau juga melakukan upacara Yadna yang besar atau Maha Yadna bertempat di Pura Sakenan dan di Pura Besakih, yang akhirnya Beliau Moksa di Pura Silayukti Karangasem-Bali.
dengan adanya peran dari para dewa orang suci dari unsur siwa dan Buddha yang sekaligus sebagai purahita atau rohaniawan kerajaan, guna memberikan nasihat spiritual bagi pemimpin atau raja dalamkelancarannya menjalankan tugas kerajaan. Mulai dari tingkat bawah yakni masyarakat luas hingga sampai pada pemimpin atau raja diajarkan untuk meyakini kemahakuasaan Hyang Widhidengan berbagai prabhava-Nya.
Berbagai paksa yang hadir di Bali saat itu, juga telah dipersatukan menuju suasana kerukunan yang abadi, hal ini terbukti dari keberadaan dari parhyangan desa pakramanyakni pura desa, pura puseh, dan pura dalem guna memuja dan memuliakan Bhatara-bhatari dalam konseptri murti yaitu Dewa Brahma yang diwujudkan denganaksara suci ‘ang’, Dewa Visnu yang diwujudkan denganaksara suci ‘mang’, sehingga ketiga aksara suci ataupranava itu bila disandikan menjadi aksara suci ‘om’ yang merupakan nyasa dari pada Ida Sang Hyang Widhi Wasa.

Sumber : Pasraman Kertha Dharma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar