Senin, 22 April 2013

Pengetahuan

 
Pendidikan yang berbasis pada nilai-nilai spiritual adalah sesuai dengan Upanisad, dan dapat mewujudkan manusia yang berkwalitas tinggi. Untuk memahami bagaimana terjadinya proses peningkatan kwalitas manusia melalui pelenyapan kebodohan (avidya) diuraikan sebagai berikut:

Pada diri manusia terdapat Jiwatma atau Suksma Sarira, atau Lingga Sarira, atau Tri Antah Karana yang terdiri dari tiga unsur:
Buddhi, yang berfungsi menentukan keputusan.
Manas, yang berfungsi mempertimbangkan.
Ahamkara, yang berfungsi sebagai perasa dan bertindak.
Ahamkara, mendapat sinyal dari Panca Buddhindriya (lima syaraf penangkap) yang ada di sthula sarira yakni:
Caksuindriya (penglihatan),
Srotendriya (pendengaran),
Ghranendriya (penciuman),
Jihwendriya (rasa lidah),
Twakindriya (rasa kulit/kelamin).
Ahamkara meneruskan sinyal yang ditangkap oleh Panca Buddhindriya kepada unsur kedua dari Tri Antah Karana, yaitu: Manas. Manas berfungsi mempertimbangkan serta menyampaikan beberapa alternatif keputusan kepada unsur Tri Antah Karana yang ketiga yakni Buddhi. Setelah Buddhi memutuskan, keputusan itu dikembalikan ke Ahamkara untuk dilaksanakan oleh Panca Karmendriya (lima pelaku):
Panindriya (tangan),
Padendriya (kaki),
Garbhendriya (perut atau bagian tubuh yang lain),
Upasthendriya (kelamin lelaki) atau Bhagendriya (kelamin perempuan),
Paywindriya (anus)
Prilaku manusia, tergantung dari proses yang terjadi pada Tri Antah Karana. Proses ini, terutama pada Manas dan Buddhi yang dipengaruhi oleh Triguna yakni:
Guna Satwam (ketenangan, kedamaian),
Guna Rajas (ambisi, kegiatan, dinamika), dan
Guna Tamas (kemalasan, ketidak pedulian).
Triguna berasal dari pembawaan roh ketika menjelma, dan dari pengaruh lingkungan hidup terutama pendidikan dan pengajaran yang diperoleh. Kombinasi Triguna membentuk Sampad (sifat). Sampad dikenal ada dua jenis, yaitu Daiwi Sampad yakni sifat-sifat kedewataan, dan Asuri Sampad yakni sifat-sifat keraksasaan. Manusia bisa berprilaku dharma, cerdas, dan bijaksana kalau Manas dan Buddhi mendapat pengaruh positif dari Daiwi Sampad; sebaliknya bila Manas dan Buddhi mendapat pengaruh negatif dari Asuri Sampad, terjadilah prilaku yang adharma dan avidya.
Sinyal-sinyal dari Panca Buddhindriya yang masuk pada Tri Antah Karana, membentuk “selubung Suksma Sarira” yang disebut Panca Tan Matra (lima unsur yang tidak terlihat) terdiri dari:
Rupa tan matra (dari caksuindriya atau penglihatan),
Sabda tan matra (dari strotendriya atau pendengaran),
Ganda tan matra (dari grhanendriya atau penciuman),
Rasa tan matra (dari jihwendriya atau lidah),
Sparsa tan matra (dari twakindriya atau kulit/kelamin).
Panca Tan Matra dan prilaku dari Ahamkara membekas dan membelenggu Suksma Sarira sebagai Karma Wasana yang mengandung Panca Kosa yaitu:
Annamaya kosa: bersumber dari sari-sari makanan,
Pranamaya kosa: bersumber dari pernafasan,
Manomaya kosa: bersumber dari olah pikiran,
Wijnanamaya kosa: bersumber dari pendalaman pengetahuan,
Anandamaya kosa: bersumber dari kebahagiaan hidup.
Di saat kematian Suksma Sarira masih terbelenggu oleh:
Panca Mahabhuta,
Panca Tan Matra, dan
Panca Kosa atau Karma Wasana,
Sehingga Jiwatman (Purusa) tidak dapat bersatu kembali kepada asalnya yaitu Sada Siwa. Berbeda dengan Panca Mahabhuta dan Panca Tan Matra, Panca Kosa atau Karma Wasana, tidak dapat dilepaskan dari Jiwatman dengan upacara pitrayadnya. Nilai Karma Wasana inilah yang menentukan apakah Jiwatman dapat bersatu kembali dengan Brahman, proses mana disebut Moksah, yakni bilamana karmawasana baik, atau Jiwatman harus Punarbhawa (menjelma kembali) sebagai manusia atau mahluk yang derajatnya lebih rendah bila karmawasana tidak baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar