Kamis, 12 Maret 2015

ATRIBUT PAMANGKU (lanjutan sukretaning Pemangku III )

ATRIBUT PAMANGKU Pamangku sebagai rohaniawan yang masih tergolong ekajati atau walaka, dalam hal berbusana hanya diatur pada saat melaksanakan tugas kepemangkuannya saja. Sedangkan dalam keadaan sehari-hari tidak diatur secara khusus. Hal ini disebabkan karena tidak terjadi perubahaan atau penagantian wesa seperti. yang berlaku pada seorang Pandita. Pamangku masih dibenarkan untuk agotra atau bercukur sebagai walaka umumnya. Hanya saja saat Pamangku melaksanakan tugasnya sesuai. dengan Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu VI tahun 1980, Pamangku diwajibkan berbusana lengkap serba putih, dari bentuk destar mongkos nangka, baju, kain dan kampuh. Bagi yang mernelihara rambut dimasukkan ke dalam destar dengan cara dikonde, sehingga tidak terurai. Kemudian tidak dibenarkan mengenakan busana pada waktu memuja seperti busana Pandita, termasuk juga dalam hal tatanan dandanan rambut. Perlengkapan Pamangku dalam melaksanakan tugasnya tidak memakai, perlengkapan sebagaimana yang dipergunakan oleh Pandita. Yang dipergunakan oleh Pamangku adalah genta, dupa sastrat, sangku atau payuk, serta dulang sebagai alasnya. FUNGSI PAMANGKU 1. FUNGSI SPIRITUAL Pamangku, adalah rohaniawan dan sekaligus seorang spiritualis. Sebagai seorang rohaniawan dia dituntut melaksanakan fungsi manifesnya. Fungsi manifest ini akan dapat berjalan secara maksimal apabila pamangku memiliki spiritualitas yang mantap. Spiritualitas yang mantap akan terwujud apabila pamangku melaksanakan fungsi latennya, artinya dimana setiap langkah dan tindakannya harus mencerminkan pribadi yang dilandasi oleh kesucian itu. Sebagai media bagi umat untuk Tuhan, pelembagaan kesucian itu tidak hanya mengalir dari luar dalam bentuk prilaku dan yang paling penting adalah bagaimana Pamangku itu membangun kualitas Jiwanya dengan terus menerus membangun kesucian itu. Hanya dengan kesucian, tugas dan pelayanan paripurna dapat terlaksana. Hanya dengan kesucian spiritualitas akan dibangun. Sehubungan dengan kesucian ini Lontar Kusumadewa menyatakan. "Satingkahe dadi pamangku kari undakan Widhi, sabran dina rahayu patut I pamangku mapeningan manyucian dewek. Satingkahe nyuci laksana, saparikramaning apening pelajahin tur nunas tirta ring pura panyiwiania makadi ring Ida Pandita maka panelah-nelah reged ring sarira; luir tirta sune patut tunas; panglukatan, pabersihan, wus mapeningan mangda ke pura mererisak " Tejemahannya. Prilaku sebagai Pamangku Pura setiap hari baik patut menyucikan diri. Tatacara menyucikan diri. Tatacara menyucikan diri, aturan tatacara menyucikan diri patut dipelajari dan mohon air suci di pura tempatnya bertugas dan juga kepada pandita sebagai penyucian atas segala noda dan kotoran dirinya. Adapun tirta yang patut dimohonkan adalah tirta panglukatan, pabersihan, setelah selesai menyucikan diri, agar ke pura untuk melaksanakan tugas menyapu membersihkan halaman pura. Lebih lanjut "Puja Pancaparamartha menyatakan. "Agni madhye ravis caiva, Ravi madhye 'stu candramah Candra madhye bhavec suklah, z-u, sukla madhye sthitah sivah. Tejemahaannya. Di dalam api ada matahari, di dalam matahari ada bulan Di dalam bulan ada kesucian , dalam kesucian Siva berstana 2. FUNGSI RITUAL Pamangku memiliki peranan yang sangat penting dalam masyarakat Hindu, fungsinya menjadi sangat vital tatkala umat menyelenggarakan upacara yaina. Sepanjang, tidak menggunakan Pandita, maka Pamangkulah yang diminta jasa layanannya sebagai manggala dari upacara yajna tersebut yang lazim disebut dengan nganteb. Terkait fungsinya sebagai pemimpin ritual maka kompentensi yang harus dikuasai walaupun tidak sepenuhnya kecuali Pandita terkait dengan upacara tersebut meliputi: a. Yantra Yantra dimaksud adalah seorang Pamangku seyogyanya memahami arti dan makna simbolis dari berbagai sarana yang dipergunakan dalam kegiatan upacara yang, dipimpinnya, lebih lanjut mengoprasionalkan simbol-simbol tersebut sehingga tercapai suatu tujuan sesuai dengan goal, untuk maksud dan tujuan apa upacara yajna itu dilaksanakan. Dalam hal ini tubuh seorang Pamangkupun merupakan yantra seperti dinyatakan berikut ini: "Iki ngaran Kusunwdewa, penganggen nira Sang Mangku Kulputih, iki kawruhakna Sang Hyang Rare-Angon maka dewaning Pemangku, maka ngaran Mangku Jagat, kawenang nyuci-adnyana nirmala, ngaran, Nare pinaka raga, Bahu pinaka tripada, Sirah pinaka Siwambha medaging toya/tirtha, selaning Lelata Ong-kara sumungsang pinaka cendana, Citta pinaka wija, sucining awakta pinaka Dipa, Netra manis pinaka dhupa, ujar tuwi rahayu. mangenakin pangrenga pinaka gandha, Agni ring nabhi, pinaka sekar tunjung, kuncuping tangan kalih pinaka ghanta, tutuk pinaka Hyang ngaran. Ika maka tingkahing Mangku amuja, samangkana sang Mangku jagat, kadi ling nig Kusumadewa. Teriemahannya. Ini. namanya Kusumadewa, atribut Pamangku Sangkulputih, Ini pengetahuan tentang Sanghyang Rare Angon sebagai istadewatanya Pamangku, yang disebut dengan Pamangku Jagat, kewajiban menyucikan rohani, tubuhnya Pamangku ibarat talam, bahunya ibaratkan Tripada, kepalanya sebagai siwamba berisi air suci, Omkara terbalik di antara kedua alis sebagai cendana, pikiran murni sebagai wija, sucinya tubuh sebagai lampu penerang, sorot mata yang menyejukkan ibaratkan dupa, wacana yang lembut sebagai wangi-wangian, panasnya nabi/pusar sebagai bunga padma, bersatunya kedua tangan ibarat ghanta, ujungnya ghanta sebagai Yang dipuja, itulah simbol saat Pamangku memuja, demikianlah Pamangku jagat, sesuai petunjuk sastra Kusumadewa. Yantra lain yang dipergunakan sebagai piranti adalab Genta atau lazim disebut Kleneng Dalam kapasitasnya sebagai manggala upacara seorang Pamangku ditengkapi dengan Genta. Lontar Widhisastra menyebutkan sebagai berikut. Yan sampun Adhiksa Widhi katapak dening Sang Pandita putus, wenang sang Mangku mabebajran, mwah ngaloka palasraya, maka walining yadnya, wenang Pamangku nyirating sawangsania ring pakrarnan, sang Mangku wenang ngawalinin yadnya manut panugrahan sang Guru utawi sang maraga Sulinggih. Terjemahannya : Jika telah melalui pawintenan adhiksa Widhi mendapat pengesahan dari Pandita, saat memuja berkewajiban Pamangku menyurakan suara ghanta, serta melakukan layanan di bidang upacara yajna, berkewajiban Pamangku mencipratkan air suci terhadap warganya di desa, Pakraman, Pamangku patut menyelesaikan upacara sesuai dengan kewenangan yang diberikan oleh Guru selaku Pandita. Lebih jauh dalam lontar Suk-retaning, Pamangku disebutkan sebagai berikut. "Hana pawekasing Bhatara ring Pamangku, yan rawuh patatoyan Ida Bhatara ring madhyapada, raris angicen bajra patatoyan, maka wruh ikang Pamangku, kawit kretaning Pamangku. Yang nora angagem bajra, nora wruh ring kretaning Kapamangkuan, angaru-hara dadi Pamangku, angiya-ngiya sira ngaran, kena sapaning Bhatara, meh tumbuh edan, karoga,-rogan, anyolong, angedih ring pisaga. Terjemahannya : Ada pemberitahuan Bhatara kepada Pamangku, pada saat Pujawali di pura, kemudian patut mempersernbahkan suara ghanta pemujaan, sebagai suatu pengetahuan bagi Pamangku awal mula ketertiban bagi Pamangku. Tika tidak memakai bajra/ghanta, tidak mengetahui aturan tentang kepamangkuan, membuat huru-haralah Pamangku itu, membenarkan diri namanya itu, kena kutuk oleh Tuhan, bahkan mungkin menimbulkan kegilaan, kehancuran, mencuri, mengemis pada tetangga. b. Mantra atau pujastawa Pamangku wajib memahami doa-doa yang patut dirafalkan sebagai media pengantar atau komunikasi kepada Hyang Widhi saat upacara berlangsung sehingga upacara itu menjadi tepat guna, berdaya guna serta berhasil guna. Lebih jauh. lontar, Sukretaning Pamangku menyebutkan sebagai berikut: "Yan ngastawa Bhatara aseha-seha nora turun Ida Bhatara, apan sira tan eling kawit kandaning Pamangku,,anganggo lobha angkara, anduracara kita, kalinganya tan merge,t ring agamaning Bhatara, tuhu sira dusun anggen Ida Pamongmong, ngaran. Terjemahannya. Jika memuja Tuhan dengan menggunakan dengan bahasa sehari-hari tidak akan turun Ida Bhatara, karena Pamangku tidak mengetahui prosedur menjadi Pamangku, menerapkan keserakahan, angkara murka, melakukan tindakan tidak tepuji Pamangku itu, sesungguhnya tidak ingat pada prilaku memuja Bhatara, sunguh sangat kolot Pamangku itu dijadikan hamba pelayan oleh Tuhan. Selanjutnya Lontar Sangkulpinge menyatakan. "lki panugrahan sira Mpu Kuturan, kaunggahang ring Lontar Sang Kulpinge, tingkahing dadi Pamangku, wenang angaduhaken weda ikang Kusumadewa kawruhakna dening pascat. Terjemahannya Inilah pemberian Mpu Kuturan, dicantumkan dalam pustaka Sangkulpinge, tatacara menjadi Pamangku, berkewajiban memiliki puja pangastawan, sesungguhnya Kusumadewalah harus, diketahui dengan tuntas. 3. FUNGSI SOSIAL RELIGIUS. Bertitik tolak dari konsep yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa seorang Pamangku adalah Penyangga Dharma, sekaligus pelaksana dharma pada front terdepan.. Jika dharma diterapkan dharma pula yang akan melindunginya (dharma raksati raksitah) . Lebih jauh Atharvaveda XII, 1. 1, menyatakan bahwa, dharma itu terdiri atas. "Satyam brhad rtam ugram diksa tapo Brahma yajnah prthivim dharayanti." Terjemahannya Sesungguhnya kebenaran, hukum, inisiasi, disiplin, doa serta persembahan yang menyangga dunia. Apa yang menjadi isi atau contain dari dharma itu seperti terjabar di atas, seorang Pamangku wajib merealisasikannya. Lebih lanjut kitab Slokantara sloka 3. menyatakan. "Kalingannya, tan hana dharma lewiha sangkeng kasatyan, Matangyan haywa lupa ring kasatyan ikang wwang Terjemahannya: Tidak ada dharma yang lebih tinggi dari Satya (kebenaran), Oleh karena itu manusia jangan lupa melaksanakan Satya itu. Maka dalam konteks ini scorang, Pamangku adalah pemegang satya atau kebenaran. Realisasl dari satya ini bermuara pada "katakan kebenaran lakukan kebajikan" Dengan merujuk satra di atas, bahwa seorang Pamangku tugas pokoknya tidaklah cukup memberikan pelayanan di bidang ritual dalam bentuk -menyelesaikan/nganteb upacara yadnya saja. Beliau wajib melembagakan kesucian setiap hari baik untuk diri pribadi maupun untuk orang lain, mengingat Pamangku adalah perwujudan Siva Sakala atau Siwaning Pakraman, sekaligus Sebagai Gembala umat yang bertugas menuntun urnat setiap hari dalam rangka pencarian hakekat Sang Diri demi terwujudnya karahayuan jagat. bersambung....>>>>

1 komentar:

  1. Assalamualaikum Salam sejahtera untuk kita semua, Sengaja ingin menulis
    sedikit kesaksian untuk berbagi, barangkali ada teman-teman yang sedang
    kesulitan masalah keuangan, Awal mula saya mengamalkan Pesugihan Tanpa
    Tumbal karena usaha saya bangkrut dan saya menanggung hutang sebesar
    1M saya sters hampir bunuh diri tidak tau harus bagaimana agar bisa
    melunasi hutang saya, saya coba buka-buka internet dan saya bertemu
    dengan KYAI SOLEH PATI, awalnya saya ragu dan tidak percaya tapi selama 3 hari
    saya berpikir, saya akhirnya bergabung dan menghubungi KYAI SOLEH PATI
    kata Pak.kyai pesugihan yang cocok untuk saya adalah pesugihan
    penarikan uang gaib 4Milyar dengan tumbal hewan, Semua petunjuk saya ikuti
    dan hanya 1 hari Astagfirullahallazim, Alhamdulilah akhirnya 4M yang saya
    minta benar benar ada di tangan saya semua hutang saya lunas dan sisanya
    buat modal usaha. sekarang rumah sudah punya dan mobil pun sudah ada.
    Maka dari itu, setiap kali ada teman saya yang mengeluhkan nasibnya, saya
    sering menyarankan untuk menghubungi KYAI SOLEH PATI Di Tlp 0852-2589-0869
    Atau Kunjungi Situs KYAI www.pesugihan-uang-gaib.blogspot.co.id/ agar di
    berikan arahan. Supaya tidak langsung datang ke jawa timur, saya sendiri dulu
    hanya berkonsultasi jarak jauh. Alhamdulillah, hasilnya sangat baik, jika ingin seperti
    saya coba hubungi KYAI SOLEH PATI pasti akan di bantu Oleh Beliau

    BalasHapus