Kamis, 12 Maret 2015

Upacara Satu Otonan

Ida Pandita Dukuh Celagi Upacara Satu Otonan Upacara ini dilakukan setelah bayi berumur 210 hari, pada saat ini kita akan bertemu dengan hari yang sama seperti saat lahirnya si bayi, dan selanjutnya untuk mengingat dan menyucikan lahir batin dilakukan setiap 210 hari yang membedakan ada beberapa upakara, jenis otonan ada yang disebut otonan tuwun tanah, otonan menek kelih (meningkat dewasa ) otonan setiap enam wuku dan otonan saat meninggal yang merupakan upacara terakhir di manusa yadnya. I. Sarana/ Upakara : a. Sorohan Banten Pengeresikan 1. Banten bayakaonan 2. Banten tebasan Durmanggala 3. Banten Tebasan Prayascita 4. Banten Pengulapan 5. Banten ririan/eteh-eteh pengelukatan. b. Banten Upasaksi ring surya : Banten Pejati, Banten Suci Asoroh jangkep, Klungah Nyuh Gading (1) kinasturi c. Banten Upasaksi ring Bale Agung Banten Pejati dengan tumpeng Putih Kuning dan nasi ajuman warna Putih Kuning , Banten Suci asoroh jangkep. d. Banten munggah ring kemulan. Banten Pejati dengan tumpeng Putih Kuning dan nasi ajuman warna Putih Kuning, Banten Suci asoroh jangkep, tempat tirta untuk mohon tirta pengelukatan Ring Hyang Kemulan. e. Banten pajotoan : hiyunan dimasing-masing pelinggih yang ada seperti tugu karang, pengerurah , perantenan, sumur dan pelinggih lainya bila ada. juga soda yang dipersembahkan kepada para leluhar biasanya ditempatkan dibele tempat upacara atau dipelinggih dewata-dewati bila ada. f. Banten Ayaban : Daksina (2) soroh, Suci jangkep asoroh, Banten Pejati asoroh. Banten Ayaban tumpeng (21) asoroh, atau sesuai memampuan. Banten sambutan, Banten Jejanganan Banten sesayut pemiyak kala. Banten sesayut Bayu rauh sahi, Banten sesayut pengenteng bayu, Banten sesayut Siddha sampurna. Banten sesayut lara melaradan. Banten Kumara asoroh. Banten Pengideng-ideng. Banten Pewintenan saha pemetikan. Banten parurubayan. g. Banten Turun tanah. h. Banten ditempat ari-ari : Di sanggah cucuk banten ajuman putih kuning, canang legewagi buratwangi, kekiping biyu mas, sanggah cucuk digantungi sujang 4 buah berisis toya, berem, tuak, arak. Dibawah sanggah cucuk : Banten Dapetan, Banten Pengideng-ideng asoroh dan nasi kepelan 4 kepel dengan warna masing-masing putih,kuning merah, hitam. i. Banten Penyanggra : Banten Pengedek/panuwuran pemangku, Banten arepan Pemangku . II. Tempat Pelaksanaan : dilakukan didalam lingkungan rumah Setelah selesai rangkaian persembahan diatas, acara selanjutnya jro mangku mulai mengupacarai si bayi dari natab byekala, durmanggala, Prayascita, Pengulapan, dilanjutkan dengan ngelukat dan mesesari, namun sebelumnya untuk penempatan para dewa, atma, kala sibayi di posisinya sesuai diatas dengan puja pengatangan dewa si bayi. diteruskan dengan penjaya-jaya sibayi. Acara dilanjutkan dengan Persembahyangan ( Kramaning Sembah ditambah dengan muspa kepertiwi, ke kawitan ) setelah selesai persembahyangan semua tirta yang dimohon diturunkan di percikkan dahulu dimasing-masing upakara lalu kepada dibayi, baru sibayi natab banten pawetonan dari natab sesayut, pengambian, dapetan terakhir banten peras dan dilanjutkan dengan puja ayu werdhi. Selesai natab banten pawetonan acara dilanjutkan dengan upacara bayi tedun ketanah sebagai simbolis si bayi baru pertama kali menginjakkan kaki ketahan, mohon kehadapan ibu pertiwi untuk menuntun sibayi agar dapat berjalan dengan sempurna dan memberikan energi yang posif terhadap si bayi. Saran : Selain banten pejati di haturkan kepada pertiwi, juga dilengkapi dengan Sangkar yang baru dihiasi dengan jejahitan sasap, tangga menek, tangga tuwun, Tempat yang pakai untuk menurunkan si bayi dilakukan halaman merajan ( Sanggah ) yang tanahnya digambar dengan gambar bedawang dililit naga, ditengah bedawang ditulis aksara Angkara. juga sebuah pane berisikan air, ikan hidup, bungkung gelang dan permata. Tata cara pelaksanaan : Upakara turun tanah dihaturkan terlebih dahulu dengan pengastwa kepertiwi dilanjutkan dengan mantra : Om pukulun kaki citra gotra, nini citra gotri, ingsun amwita nurunaken rare, ameng ameng ring lemah turun ayam, amang-ameng sarwa kencana ratna, Sri Sadhana, ameta urip wara, dirgayusa, teguh timbul, akulit tembaga, awalung wesi, ahotot kawat, mulih maring raga walunane si jabang bayi, den kadi langgenganira, sang hayng surya candra. Mangkana langgeng ne urip si jaban bayi, Om siddhir astu astu. Setelah puja diatas, sibayi dimasukkan kedalam sangkar sebanyak tiga kali dengan puja : Om tebel Akasa, Tebel Pretiwi, mangkana tebel atma jiwitane si jabang bayi. Setelah itu dibayi berjualan kepada masyarakat . (Medagang-dagangan ) Setelah acara diatas sibayi disuruh atau diarahkan oleh orang tuanya untuk mencari segala perhiasan, ikan yang ada didalam pane yang berisikan air. Dari acara diatas kita sudah diberikan suatu pendidikan dalam menghadapi hidup ini supaya menjaga sehatan, diberi dasar perekonomian dan keuletan dalam segala usaha hal ini disimbulkan dari bayi di kurung dalam sangkar, berjualan dan mencari makanan dan kekayaan dengan ulet dan sabar . Setalah persembahan diatas dilakukan persembahyangan (Kramaning sembah) dilanjutkan metirta, mebija . Lalu natab banten pengepungan dan pengilenan banten tersebut kepada si bayi, isi banten pengempungan diberikan untuk dinikmati dan gusinya disentuh-sentuhkan dengan daging dari sesajen tersebut. Setelah itu dibayi natab benten peras pengempungan dan ngelebar banten semuanya. Upacara Tanggal Gigi Pertama Upacara ini bertujuan mempersiapkan si anak untuk mempelajari ilmu pengetahuan . Waktu pelaksanaan : Pelaksanaan upacara tanggal gigi ini dapat dilakukan pada hari otonan sianak setelah tanggal gigi. Atau kalau dilakukan pada saat tanggal gigi upakara yang dibutkan yaitu banten byakala, sesayut, tebasan dan canang sebit sari, upakara ini dipersembahkan kepada dewa surya sebagai saksi, mohon keselamatan sianak. Tata Cara pemujaan : Pemujaan persembahan diaturkan kehadapan Ida sanghyang widhi dan dewa surya sebagai saksi. Si anak ditatabkan biya kala, dilukat setelah itu melakukan persembahyangan terakhir natab banten sesayut dan tebasan. Banten Pengeluhuran kumara ; Canang raka canang legewangi burat wangi, sogohan putih kuning, banten terakhir untuk dikumara karena anak tersebut sudah diemban oleh sanghyang kumara dan sianak tidak lagi menggunakan kumara ditempat tidurnya. OM TAT SAT. OM SANTHI SANTHI SANTHI OM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar